Minggu, 03 April 2016

Menjadi Pribadi Yang Diidolakan

hidup itu…. Tidak ada yang tau…..  usahakan dalam menjalani hidup dengan ada istiqomahan dalam kebaikan ,,, paling tidak 1 saja istiqomahan kita,,,, terserah apa saja…  baca qur'an misalnya…. Sehari cukup 1 lembar saja,,,, yah kalau bisa 1 juz,,,, tp g usah banyak2 yang penting istiqomah,,, karna yang sulit itu istiqomahnya,,, ,, karna banyak rintangan dan ujian ketika kita hendak melanggengkan sebuah kerutinan dalam hal kebaikan, karena hasilnya pun lebih berharga dari segalanya itulah mengapa mempertahankan itu lebih sulit daripada mendapatkan…. Sesuatu penghargaan yang terus menerus kita raih,,, akan mengantarkan kita pada kesuksesan yang hakiki….     
Ayok kita mulai istiqomah dalam kebaikan,,, apapun itu istiqomahnya,,,,  itung-itung nabung untuk bekal kita di akhirat nanti,,,,, istiqomah bisa berbentuk apa saja,,,   contoh,,, bagi yang kuat puasa,,, langgengkanlah puasa daud,,, insyaallah dimudahkan segala urusannya,,,, bagi yang tidak kuat,,, cukup dengan baca alquran sehari cukup dengan 1 lembar,,,,bisa dilakukan habis subuh misalnya bagi yang sibuk… atau habis maghrib,, atau kapanpun kita istirahat,,,, sempatkan untuk membaca ayat-ayat allah,,,,  atau bisa juga dengan shodaqoh,,, pada org yang membutuhkan… bukan pada orang2 yg ngamen dijalan atau minta2 yang menyewa anak dan lain sebagainya,,,, tapi pada mereka anak yatim piatu, orang yang benar2 membutuhkan,,,,, karna merekalah yang lebih berhak untuk menerima sebagian harta yang kita miliki.
Saya punya tips istiqomahan surat2 alquran yang insyaallah bermanfaat
1.      Habis subuh : al-waqi’ah
2.      Habis maghrib : al-mulk
3.      Habis isya : yasin
Menjadi muslimah yang baik itu tidak muluk-muluk,,,, cukup dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya,,, dan berusaha mendekatkan diri padanya _Allah Swt. Insyaallah bahagia dunia akhirat.
Semoga bermanfaat,, ^_^

Sabtu, 02 April 2016

DINASTI USMANIYAH (TURKI): PERIODE REFORMASI DAN WESTERNISASI

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya terbagi-bagi dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu, keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, diantaranya Utsmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia. Kerajaan Utsmani ini adalah yang pertama berdiri juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya.
perkembangan modernisasi di Turki semakin maju dengan membawa visi beraneka ragam sesuai kepentingan yang melatarbelakanginya Sebagaimana dikemukakan oleh Harun Nasution bahwa gerakan pada fase ini terbagi kepada tiga kelompok, yaitu; pertama gerakan yang berorientasi pada prinsip Islam yang disebut Islamisme. Kedua, gerakan yang banyak mengadopsi pemikiran, sikap hidup berdasarkan pola-pola kehidupan Barat, atau terilhami oleh Barat (terbaratkan). Kelompok ini dinamakan Westernisme. Ketiga, gerakan yang menitikberatkan pada aspek keaslian Turkisme atau lebih tepat secara kenegaraan mereka selalu mementingkan sikap, pola pikir dan tindakan nasional. Mereka tidak mau mengambil sesuatu yang berbau Barat dan juga tidak mengambil sesuatu yang terilhami oleh perasaan keagamaan (Islam). Sehingga para patriotisme yang tinggi membawa mereka lebih mengutamakan nasionalitas di atas segala-galanya. Kelompok yang berpaham demikian dinamakan Nasionalisme.[1]
Walaupun perlu digarisbawahi bahwa dorongan tertinggi atas semua kelompok ide pembaharuan itu pada prinsipnya mengacu nilai Islam, namun ada golongan yang lebih mementingkan Baratnya daripada Islam, atau sebaliknya mementingkan Islam secara prinsip tanpa memandang enteng (dengan merasa masih cukup penting) peradaban Barat. Dan ada pula golongan yang mementingkan perasaan nasional Turki walaupun mereka pada dasarnya juga orang Islam.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan diskripsi diatas maka kami perlu memberikan rumusan masalah sebagai objek pembahasan dan batasan yang akan kami bahas dalam makalah ini. Antara lain sebagai barikut :
1.      Bgaimana sejarah perkembangan dinasti turki utsmani?
2.      Bagaimana pelaksanaan gerakan westernisasi?
3.      Bagaimana dampak westernisasi tersebut?

C.    Tujuan
Ada pun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui sejarah perkembangan dinasti usmaniyah di turki
2.      Mengetahui pelaksanaan gerakan westernisasi
3.      Mengetahui dampak westernisasi








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kemunculan Dinasti Turki Utsmani
Dinasti Utsmani berasal dari suku bangsa pengembara Qatigh Oghuz (Kayi),[2] salah satu anak suku Turk yang mendiami sebelah barat gurun Gobi, wilayah Asia Tengah. Pemimpin suku Kayi, Sulaiman Syah mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol yang menyerang dunia Islam yang berada dibawah kekuasaan Dinasti Khawarizm pada tahun 1219-1229. dan lari ke arah Barat, Asia Kecil dan meminta perlindunga Jalaluddin, pemimpin terahir dinasti Khawarizm di Tranxisonia. Setelah serangan bangsa Mongol mereda, mereka berencana pindah ke Syam, namun mendapat kecelakaan hanyut di sungai Euphrat yang tiba-tiba pasang pada tahun 1228 M.[3]
Mereka akhirnya terbagi menjadi 2 kelompok yang pertama ingin kembali ke daerah asalnya, dan yang kedua meneruskan perjalanan ke Asia Kecil. Kelompok kedua berjumlah sekitar 400 keluarga yang dipimpin oleh Arthogol ibn Sulaiman. Mereka menghambakan diri kepada sultan Alauddi II dari Dinasti Saljuk Rum yang berpusat di Kuniya, Anatolia, Asia Kecil.[4]
Pada saat Dinasti Seljuk Rum berperang melawan Romawi Timur (Bizantium), Erthogol membantunya hingga mendapatkan kemenangan. Sultan memberikan hadiah wilayah yang berbatasan dengan Bizantium. Erthagol membangun daerah “perdikan” itu dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut sebagian wilayah Bizantium. Mereka menjadikan Sogut menjadi pusat kekuasaannya yang independen pada tahun 1258 M. Disinilah lahir Utsman yang diperkirakan tahun 1258. Nama Utsman itulah yang diambil sebagai nama untuk Dinasti Turki Utsmani.[5]
Erthogol meninggal tahun 1280 M. Utsman ditunjuk sebagai penggantinya sebagai pemimpin suku bangsa Turki atas persetujuan Sultan Seljuq. Sultan banyak memberikan hak istimewa dan mengangkatnya menjadi Gubernur dengan gelar Bey di belakang namanya.[6] Namun, sebagian ahli menyebut bahwa Utsman adalah anak Sauji. Sauji adalah anak Erthogol, sehingga Utsman adalah cucu dari Erthogol. Sauji telah meninggal sebelum ayahnya dalam perjalanan pulang dari tugas menghadap Sultan Seljuq.
Setelah wilayah kekuasaan Saljuq Rum ditahlukan oleh bangsa Mongol, Utsman memerdekakan diri dan dapat bertahan dari serangan Mongol. Bekas wilayah Saljuq dijadikan basis kekuasaannya dan para penguasa Saljuq yang tersisa mengangkatnya sebagai pemimpin pada tahun 1300 M. maka berdirilah kerajaan utsmaniyah yang dipimpin oleh Utsman dengan gelar Padisyah Alu Utsman atau lebih dikenal dengan Utsman I.[7] Dinasti ini berkuasa kurang lebih selama 7 abad. (625 tahun).
B.     Periodesasi Sultan Dinasti Turki Utsmani
Raja-Raja Turki Utsmani bergelar Sultan dan Khalifah sekaligus. Sultan menguasai kekuasaan duniawi, sedangkan khalifah berkuasa di bidang agama atau spiritual.[8] Mereka mendapatkan kekuasaan secara turun temurun, meski tidak harus dari putra pertama, bahkan dapat diwariskan kepada saudaranya. Khilafah Bani Utsmaniyyah tercatat memiliki kurang lebih 36 orang khalifah, yang berlangsung mulai dari abad 10 Hijriyah atau abad ke enam belas Masehi. Dalam sekian lama kekuasaannya, yakni sekitar 625 tahun, tidak kurang dari 38 sultan.
Dari 38 sultan yang pernah memerintah Turki Utsmani, Syafiq A. Mughni membaginya ke dalam lima periode:[9]
1.      Periode pertama (1229- 1402 M). Periode ini dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan Timur Lank. sultan-sultan yang memimpin pada periode ini adalah Utsman I, Orkhan, Murad I, dan Bayazid I.
2.      Periode kedua (1402-1556 M). Periode ini ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan sampai pada ekspansinya yang terbesar khususnya pada masa Sultan Salim I putra sultan Bayazid II yang berhasil menguasai Afrika Utara, Syiria, dan Mesir yang pada waktu itu Mesir diperintah oleh kaum Mamluk pada 1517 M. Sultan-sultan yang memimpin pada periode ini adalah Muhammad I, Murad II, Muhammad II, Bayazid II, Salim I dan Sulaiman I Al Qanuni.[10]
Pada periode ini Dinasti Turki Utsmani mencapai masa keemasannnya pada masa pemerintahan Sulaiman I Al Qanuni. Wilayahnua meliputi Daratan Eropa hingga Austria, Mesir, Afrika Utara, Al Jazair, Asia hingga ke Persia; serta melingkupi Lautan Hindia, Laut Arabia, Laut Merah, Laut Tengah, dan Laut Hitam. Ia dijuluki Al Qanuni karena memberlakukan undang-undang dinegerinya. Orang Barat menyebutnya The Magnificient.[11] (Sulaiman yang agung), karena Al Qanuni-lah yang menyebut dirinya sultan dari segala sultan.
3.      Periode ketiga (1556-1699M). Periode ini ditandai dengan kemampuan dalam mempertahankan wilayahnya karena masalah perang yang terus menerus terjadi karena alasan domestik, disamping juga gempuran dari daerah luar. Sultan-Sultan yang memimpin pada periode ini adalah: Salim II, Murad III, Muhammad III, Ahmad I, Mustafa I, Utsman II, Mustafa I (yang keduakalinya), Muarad IV, Ibrahim I, Muhammad IV, Sulaiman III, Ahmad II, dan Mustafa II.[12]
4.      Periode keempat (1699-1839 M). Periode ini ditandai dengan bersurutnya kekuatan kerajaan dan terpecahnya wilayah di tangan para penguasa wilayah. Sultan-sultannya adalah sebagai berikut: Ahmad III, Mahmud I, Utsman III, Mustafa III, Abdul Hamid I, Salim III, Mustafa IV, dan Mahmud II.
5.      Periode kelima (1839-1922 M). Periode ini ditandai oleh kebangkitan kultural dan administratif dari negara di bawah pengaruh ide-ide Barat. Sultannya adalah Abdul Majid I, Abdul Aziz, Murad V, Abdul Hamid II, Muhammad V, Muhammad VI, dan Abdul Majid II.[13]
C.    Perluasan Wilayah dan Kemajuan Peradaban
1.      Perluasan WilayahTurki Utsmani
Kerajaan Utsmani, sebagaimana kerajaan Romawi dan kekhalifahan Abbasiyah, pada umumnya lebih menekankan aspek militer dan mengembangkan prinsip dinasti dalam organisasinya. Personifikasinya diwakili oleh sosok Khalifah-Sultan. Setelah Utsman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al Utsman pada tahun 699 H/1299 M, dia mulai memperluas wilayahnya. Puncak ekspansi terjadi pada masa Muhammad II yang dikenal dengan Al Fatih.
Kota penting yang berhasil ditahlukkan adalah Konstantinopel pada tahun 1453 M yang merupakan Ibu Kota Kerajaan Romawi Timur (Bizantium) yang kemudian dirubah menjadi Istambul. Kejatuhan Konstantinopel memudahkan tentara Turki Utsmani menahlukan wilayah lainnya, seperti Serbia, Albania dan Hongaria, sampai ke perbatasan Bundukia.[14]
Terdapat 5 faktor utama yang menyebabkan kesuksesan Dinasti Turki Utsmani khususnya dalam perluasan wilayah, yaitu:
a.       Kemampuan orang Turki dalam strategi perang dan adanya cita-cita mendapatkan ghaniman
b.      Gaya hidup orang Turki yang sederhana dan selalu berpikiran maju
c.       Semangat Jihad dan ingin mengembangkan Islam
d.      Letak Istambul yang sangat strategis diantara benua Eropa dan Asia di samping pernah sebagai pusat peradaban Dunia.
e.       Kondisi kerajaan disekitarnya yang sudah rapuh, sehingga memudahkan Turki Utsmani untuk menahlukannya.
Luasnya wilayah kekuasaan Turki Utsmani dapat dilihat dari masa kejayaannya meliputi daratan Eropa dan Austria; Mesir dan Afrika Utara hingga Aljazair dan Asia hingga ke Persia. Disamping itu, wilayahnya juga meliputi Lautan Hindia, lautan Arabia, laut Merah, laut Tengah dan Laut Hitam.[15]
2.      Kemajuan Peradaban Dinasti Turki Utsmani
Meskipun Dinasti Turki Utsmani berkuasa cukup lama, tidak berarti bahwa peradabannya maju pesat seperti pada masa Dinasti Abbasiyah. Hal ini dikarenakan salah satunya oleh politik ekspansinya yang tidak diikuti dengan pembinaan wilayah yang berhasil ditahlukan. Disamping itu, sultan-sultan yang berkuasa pasca ditahlukannya Konsantinopel, khususnya setelah pemerintahan Sulaiman I mulai menunjukkan kelemahan.
Perkembangan peradapan yang dicapai pada masa Dinasti Turki Utsmani yang paling berpengaruh antara lain:
a.       Bidang militer
b.      Bidang pemerintahan
c.       Bidang Agama dan budaya
d.      Bidang intelektual
e.       Bidang Sastra dan Bahasa
f.       Bidang Administrasi,.
g.      Bidang arsitektur,
h.      Dalam bidang pendidikan.  
D.    Aliran Barat ( Westernisasi )
Westernisme dalam Islam (kebarat-baratan) golongan atau gerakan yang mengajak umat Islam untuk menerima pengetahuan Barat dan semua yang datang dari Barat.[16] Pada golongan ini selain orang-orang Barat yang mempunyai idealisme Barat, juga tokoh intelegensia Turki sendiri yang terbaratkan dalam pemikiran dan perilakunya. Apalagi dalam hal ini Turki merupakan bagian dari Eropa Timur (beberapa wilayah Turki pada masa itu berada di Eropa timur), yang hanya agama saja berbeda dengan orang Barat, namun mereka berada pada posisi geografis yang memungkinkan untuk menyerapkan ide Barat secara sempurna. Dari sini terlihat bahwa gagasan Barat sesuai dengan kondisi Turki yang ingin maju. Golongan ini karena banyak mengkonsumsi pemikiran Barat dalam semua aspeknya, maka mereka disebut golongan Westernisme.
Gerakan Westernisme, juga menggolkan ide-ide sekularisme dalam basis kekuatannya. Mereka berusaha mengadopsi pemikiran Barat secara intensif, sehingga aspek sosial kemasyarakatan selalu dipandang dengan pandangan-pandangan sekular. Golongan ini terdiri dari beberapa tokoh yang dalam gerakan pembaharuan di Turki sebelumnya juga banyak mengedepankan pemikiran Barat secara intensif, namun tokoh yang dianggap paling mutakhir adalah Tawfik Fikret ( 1867-1951 ) seorang pemikir sekaligus sastrawan yang banyak mengkritik dan menentang kaum tradisional. Dan satunya lagi adalah Abdulllah Jewdat ( 1869-1932 ). Seorang intelektual bergelar Doktor yang dianggap pendiri Perkumpulan Persatuan dan Kemajuan. Mereka ini merupakan orang yang cukup gigih dalam mendorong perjalanan pembaharuan Turki dengan gagasan-gagasan Barat.[17]
Tawfik Fikret banyak melontarkan pemikiran kritikan terhadap ulama tradisional yang dianggapnya telah membawa umat Islam ke dalam situasi fatalis. Umat Islam pada masa itu sangat tergantung kepada paham keagamaan tradisional. Sedangkan paham tradisional itu dalam banyak hal telah membawa kemunduran, seperti berserah total kepada nasib, memberikan gambaran tentang kekuasaan dan keadilan Tuhan selalu sewenang-wenang dan seperti seorang raja yang zalim. Pendapat ulama tradisional itu, dikecam Fikret sehingga ia banyak dimusuhi para ulama.
Dalam banyak hal pemikiran golongan Barat secara umum mempunyai kesamaan. Dapat dilihat dalam pemikiran Abdullah Jewdat. Ia menganggap bahwa kelemahan umat Islam pada saat itu bukan terletak pada ajaran Islam tapi pada sistem sosial dan kekhalifahan. Begitu juga tentang Islam, yang perlu diubah adalah umatnya. Selama ini keadaan umat Islam masih bersikap bodoh, malas, patuh kepada ulama secara membuta, walaupun ulamanya itu bodoh. Hal-hal yang diajarkan oleh ulama bodoh itu dianggap ajaran Islam. Mereka terperangkap dalam perilaku demikian karena menganggap benar. Akhirnya pemikiran tokoh ini pun dianggap musuh ulama dan Islam saat itu.[18]
Golongan Barat tidak setuju dengan konsep kenegaraan. Negara bagi mereka harus bersifat sekuler, dalam arti harus dipisahkan dari agama, seperti halnya di Barat. Tetapi karena masih terikat pada ajaran Islam, mereka tidak mempunyai konsep yang jelas mengenai cara pemisahan itu. Konsep keagamaan masih besar pengaruhnya dalam masyarakat dan disamping itu wujudnya telah diperkuat pula oleh Konstitusi 1876. oleh karena itu mereka menganjurkan supaya sekularisasi diadakan bukan terhadap negara, tetapi terhadap masyarakat.[19]
Dalam bidang pendidikan golongan Barat ingin membawa kebebasan mimbar, kebebasan berdiskusi, olahraga, pekerjaan tangan, dan sebagainya. Guru harus mengetahui ilmu jiwa dan ilmu sosial. Tujuan pendidikan ialah membina pemuda yang dapat berdiri sendiri, cerdas, jujur dan patriotis. Pendidikan agama harus dibersihkan dari supervisi dan dalam kurikulumnya dimasukkan logika dan ilmu pengetahuan modern.[20]
Dalam bidang ekonomi, kemunduran menurut golongan Barat disebabkan oleh keengganan orang Turki untuk menerima peradaban Barat dan tetapnya mereka berpegang pada tradisi dan institusi yang telah usang. Keadaan ekonomi dapat diperbaiki hanya dengan menerima sistem ekonomi Barat dengan corak kapitalisme, liberalisme, individualisme dan ide bekerja untuk penumpukan harta yang terdapat di dalamnya. Juga harus diterima pemikiran liberal Barat dan kemajuan teknologinya. Sikap mental ketimuran yang dipengaruhi oleh faham fatalisme dan rasa benci pada perubahan harus dihilangkan.
Beberapa pemikiran mereka yang lain adalah tentang nasionalitas. Menurut mereka, Barat saat ini maju karena menerapkan rasionalitas dalam hidupnya. Rasionalitas itu juga dianggap tiang dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu juga terhadap agama, bangsa Barat hanya mau menganut agama rasional. Karena bangsa Barat dapat dianggap guru, maka segala yang berbau Barat mesti diambil. Murid mesti taat pada guru.[21]
Semua aspek-aspek penting yang dapat mendorong kemajuan dianggap oleh golongan Barat sebagai ideologi baru yang mampu membangkitkan modernisasi Turki dan rakyatnya. Dilihat dari kondisi ini, jelas bahwa mereka akan berusaha sekuat tenaga menafsirkan Islam sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan kata lain, Islam diusahakan selalu cocok dengan pemikiran modern. Kalau tidak cocok, bukan pemikiran modernnya yang keliru melainkan nilai Islamnya belum dapat diserasikan. Rasa bersimpati terhadap Barat dan semua aspeknya, bahkan bisa jadi mendorong mereka akan mengambil sesuatu yang negatif, asalkan nilai itu memang datang dari Barat.[22]
Terlepas dari itu semua, nuansa pembaharuan di Turki memang mempunyai citra tersendiri yang boleh jadi malah dianggap unik. Mengingat pertarungan ide untuk mengedepankan masing-masing kepentingan dengan tujuan yang sama yaitu menghantarkan Turki kepada kemajuan adalah dianggap hal yang wajar bagi semua negara berkembang dan bahkan pernah jaya pada masa sebelumnya. Dari sini, yang dilihat secara keseluruhan nampaknya tidak bisa dipungkiri bahwa pembaharuan atau modernisasi Turki dianggap sepenuhnya bernilai positif.
E.     Sebab-Sebab Westernisasi
Ada beberapa hal yang menyebabkan Turki Usmani melakuan usaha westernisasi, antara lain :
1.      Kemunduran Turki Usmani dianggap sebagai penyebab karena ketika kemunduran itu dibutuhkan sebuah stretegi turki untuk bangkit yakni westernisasi. Di antara beberapa hal yang patut dipandang sebagai penyebab kejatuhan dinasti turki usmani yaitu :
a.       melemahnya sistem birokrasi
b.      melemahnya kekuatan militer turki usmani
c.       hancurnya perekonomian kerajaan
d.      muncul dan menguatnya kekuatan baru di daratan Eropa dan
e.       serangan balik terhadap kerajaan turki usmani.
2.      Wazir agung atau Sadrazam sebagai figur kunci pembaharuan berpendapat bahwa kelemahan dan kekalahan Turki menyangkut persoalan Teknis dan Militer.
3.      Banyaknya orang-orang Turki yang belajar di Eropa. Karena mereka lama tinggal di sana menjadikannya terbiasa dengan kehidupan disana baik budaya maupun tradisinya. Sehingga ketika mereka kembali ke turki mereka membawa semua itu ke negaranya.
4.      Penandatangan perjanjian kucuk kaynarca tahun 1774 memperkuat kepercayaan para pejabat akan keterbelakangan turki dalam bidang militer teknologi dan administrasi. Kenyataan ini disadari sebagai suatu yang  membahayakan bagi keberlangsungan negara. Oleh karena itu mereka melakukan westernisasi.
F.     Pelaksanaan Westernisasi
Sultan Abdul Majid I merupakan Sultan Utsmani pertama yang melakukan westernisasi pemerintahan secara resmi. Dialah yang pertama kali mengambil langkah gerakan ini dan mengeluarkan perintah resmi tentang adanya organisasi pemerintahan pada 1854 dan 1856 M.[23]
Dengan adanya perintah resmi tersebut, maka dimulailah dalam pemerintahan Utsmani apa yang disebut dengan masa reorganisasi. Sebuah istilah yang sebenarnya adalah reorganisasi masalah-masalah kenegaraan di dalam pemerintahan Utsmani dengan metode Barat. Dengan perintah resmi ini, maka sempurnalah penyingkiran aturan-aturan syariah Islam, dan sekaligus menandai pembuatan undang-undang positif dan pendirian lembaga-lembaga.
Sultan Abdul Majid I sangat dipengaruhi oleh menterinya, Rasyid Pasya, yang merupakan pengagum Barat dan menjadikan filsafat Freemasonry sebagai jalan hidupnya. Rasyid Pasya adalah orang yang mempersiapkan generasi pelanjut yang duduk menjadi menteri dan orang-orang penting dalam pemerintahan. Berkat perannya, mereka telah mengambil andil sangat besar dalam menggulirkan roda westernisasi yang telah ia rintis.
Pelaksanaan westernisasi terbagi ke dalam beberapa periode yaitu: Pembaharuan awal, Orde baru, Tanzimat, Turki Muda.[24]
1.      Pembaharuan awal
Pada abad ke tujuh belas, mulai timbul kesadaran akan kemunduran Turki maka para  modernis menganggap perlunya kerajaan turki untuk mengadopsi metode yang dimiliki bangsa eropa dalam pendidikan dan kemiliteran, organisasi dan administrasi untuk menciptakan suatu perubahan dibidang pendidikan, ekonomi dan sosial yang mendukung terbentuknya negara modern.[25]
Sehingga untuk mempercepat pembaharuan pada abad ke delapan belas, penasehat militer Eropa, mulai diperkerjakan untuk melatih orang-orang kerajaan diberbagai bidang, baik militer, teknik, dan pendidikan.  Oleh karena itu perlu ada yang mempelajari ilmu-ilmu dari eropa, maka dikirimlah para pemuda turki umtuk belajar di sana. mereka dikirim untuk mengunjungi pabrik, benteng pertahanan dan institusi yang lain. Pada tahun 1727 didirikan percetakan untuk menerbitkan buku-buku terjemahan karya Eropa bidang teknik, militer dan geografi, astronomi, kedokteran. Selain itu untuk memperluas berbagai kebijakan pemerintahan.
Tahun 1827 didirikan sekolah dokter di Istambul, tahun 1831 didirikan sekolah musik, 1827 sekolah teknik, 1833 sekolah ketatanegaraan.[26] Semua siswa diperkenalkan dengan ide-ide modern barat dan filsafat tentang kebebasan berkehendak melalui buku-buku berbahasa turki di perpustakaan. Sistem kementerian model Eropa diperkenalkan dan Kedutaan besar turki diberbagai negara asing dibuka kembali sehingga memungkinkan mereka melancarkan ide tandingan terhadap apa yang dilontarkan para sarjana Eropa.
Walaupun demikian, pembaharuan tidak berjalan lancar. Banyak pihak yang tadinya mendukung pembaruan, ternyata mereka bekerjasama untuk kepentingannya sendiri. Selain itu dengan dukungan sultan ahmad III, wazir agung damad ibrahim melakukan usaha-usaha besar dalam mengadopsi teknologi modern guna memperkuat pemerintahan pusat. Hal ini menyebabkan negara mengalami kesulitan ekonomi karena banyak pendapatan negara yang digunakan untuk melakukan berbagai pembenahan. Pada waktu itu banyak digunakan untuk biaya peperangan dan berbagai perjanjian internasional yang semuanya berakhir dengan kekalahan. Sehingga inflasi melambung, pajak semakin memberatkan rakyat, serta berbagai kejahatan terjadi di daerah pedesaan. Akhirnya semua oposisi berkumpul di istambul di bawah pimpinan patrona khalil untuk menggulingkan sultan dan wazir agungnya tahun 1730.[27]
2.      Orde baru (Nijam I jedid).
Menghadapi berbagai masalah, Sultan Salim III berusaha mengembangkan struktur pemerintahan yang lebih efektif. Rencana pembaharuan meliputi pembentukan korp militer baru, perluasan system perpajakan dan pelatihan untuk mendidik para kader bagi rezim baru.[28] Pengembangan struktur pemerintahan diantaranya adalah beliau mengangkat 12 menteri. Dalam memasukan pegawai baru tidak ada nepotisme lagi melainkan dengan rekrutmen yang sah. Banyak sekolah dan balai pelatihan yang didirikan dan mendatangkan pengajar dari luar. Hal ini mengakibatkan pengaruh barat semakin luas.
Dalam bidang militer, Salim berusaha meningkatkan kemampuan jenisari dengan  diklat dibawah instruksi dari barat dan diwajibkan menguasai strategi dan teknologi modern. Hak istimewa menjadi jenisari yang mulanya turun-menurun diganti dengan seleksi yang ketat. Tetapi karena dianggap tidak sesuai dengan agama dan tradisi, pembaruan Salim mendapat reaksi keras oleh mereka yang anti pembaruan dan para ulama.
Mahmud II dinobatkan sebagai sultan yang baru. Dia melakukan pembaruan yang sangat luas tetapi hati-hati supaya tidak seperti Salim III. Yang pertama yaitu melakukan pencabutan otonomi administrasi para ulama dalam lembaga keagamaan dan sumbangan keagamaan, sehingga peran para ulama tersisihkan. Masih ditambah lagi dengan adanya pembubaran jenisari.[29] Mahmud menggantikan wazir dengan perdana menteri. Dan dalam sistem perundangan  baru, disamping hukum syariah (mengatur masalah keluarga, perkawinan, perceraian dan waris), juga ada hukum sekuler (menetapkan kewajiban pegawai pemerintahan dan hukuman bagi koruptor).
Dalam bidang pendidikan didirikan sekolah umum di daerah-daerah. Sekolah yang pertama bertujuan mempersiapkan siswa untuk menjadi tenaga administratis, sedang yang kedua menjadi penerjemah. Seperti sekolah pengetahuan Umum yang bertujuan mempersiapkan siswa untuk menjadi tenaga administratif, dan Sekolah sastra yang bertujuan untuk menjadi penerjemah, akademi militer. Sekolah teknik, sekolah kedokteran, dan sekolah pembedahan. Di sekolah-sekolah yang didirikan tersebut, siswa diperkenalkan dengan ide-ide modern barat dan filsafat tentang kebebasan berkehendak melalui buku-buku berbahasa turki di perpustakaan. Mahmud juga mendirikan surat kabar pemerintahan Takvim I vekayi dan menyebarkan pikiran-pikiran modern barat kepada generasi muda turki.[30]
Pembaruan yang dilakukan mahmud dalam bidang pendidikan menghasilkan generasi terdidik yang terbiasa dengan kebiasaan barat dan tampil sebagai elit pembaruan yang gigih menganjurkan pembaruan. Disisi lain juga menjadikan mereka tergantung pada barat baik dalam hutang maupun teknologi. Hal ini dianggap belum mampu untuk membangkitkan turki.
3.      Tanzimat (reorganisasi)
Periode setelah mahmud disebut dengan tanzimat. Dalam pengertian umum, tanzimat berarti usaha-usaha untuk memperbaiki struktur pemerintahan yang efektif.[31] Tanzimat atau dalam bahasa turki dikenal dengan tanzimat-I khairiye adalah gerakan pembaharuan di turki yang diperkenalkan kedalam system birokrasi dan pemerintahan turki usmani semenjak pemerintahan sultan ‘abd al-majid (1839-1861),[32] kata tersebut mengandung arti mengatur, menyusun dan memperbaiki. Pada priode ini banyak diterbitkan beberapa peraturan yang bertujuan untuk memperlancar proses pembaharuan.
Pembaharuan tersebut dimulai dengan diumumkannya deklarasi gulkhane, khatt-I syerif gulkhane pada tanggal 3 nopember 1839.[33] Kata tanzimat sendiri secara resmi telah tercantum dalam dokumen kerajaan pada pemerintahan sultan Mahmud II. Tanzimat merupakan usaha pembaruan dari perdana menteri Ali pasha. Abdul majid diangkat menjadi pengganti mahmud. Dia mengumumkan piagam khatt-I syerif gulkhane (charter of liberties), yakni pembaruan diberbagai bidang.
Dalam pemerintahanya lembaga-lembaga Islam mulai tersingkirkan karena sepenuhnya dibawah pemerintahan birokrasi yang dipegang oleh orang-orang yang kurang berbakat. Dan kekuasaan ulama dalam bidang pendidikan dipegang oleh kementerian pendidikan yang didirikan tahun 1847. Pendidikan didasarkan pada model pendidikan barat. Dalam bidang hukum, dibuatlah hukum yang memadukan hukum Islam dengan hukum baru.
khatt-I syerif gulkhane menurut ulama mereduksi peran mereka. Karena pembaruan yang dilakukan tidak lain merupakan westernisasi yang bisa membuka peluang negara-negara barat ikut campur dalam urusan kenegaraan. Sedangkan menurut barat suatu yang ragu-ragu, karena peran yang diberikan kepada orang kristen dan eropa kurang memihak mereka. khatt-I syerif gulkhane yang kurang familiar, ditambah dengan kekuasaan sultan yang absolut dan korup dalam melaksanakan pembaruan tidak merubah keadaan.[34]
Akhirnya muncullah reaksi dari para ulama dan juga mereka yang berpendidikan barat yang tergabung dalam ustmani baru. Mereka menyerukan liberalisasi pembaruan yaitu tidak menolak westernisasi dan kembali kesemangat islam. Tujuan dari usmani muda untuk mendirikan pemerintahan konstitusional dan memperbaiki hukum Islam. Namik, pimpinan usmani muda, berpendapat bahwa tanzimat gagal karena pembaruan selama ini hanya membatasi untuk kepentingan sultan daripada kepentingan rakyat. Sultan yang absolut, bermewah-mewahan, dan korupsi. Padahal mereka seharusnya mematuhi syariah karena itu merupakan konstitusi yang  harus ditaati.
4.      Turki muda
Pembaruan yang dianggap bisa dilaksanakan adalah revolusi. Gerakan ini dimulai oleh mereka yang telah belajar di eropa dan memiliki keinginan untuk menjadikan turki sebagai negara yang konstitusional-liberal. Mereka menganggap bahwa dengan kekuatan senjatalah yang bisa memaklsa sultan untuk menyetujui pemerintahan konstitusional. Akhirnya pada 24 juli 1908 dikenal sebagai revolusi turki muda karena saat itu komite ittihad ve terekki mengancam akan menggulingkan sultan, dan akhirnya sultan abdul hamid menyatakan konstitusi 1876 diberlakukan kembali dan kemudian disepakati dan dilaksanakan oleh komite ittihad ve terekki. [35]
Setelah kemenangan besar ittihad ve terekki, turki terseret keberbagai peperangan yang akhirnya menyebabkan turki kehilangan banyak wilayahnya dan gagal melaksanakan pembaruan yang dijanjikan. Tidak ada pembaruan konstitusional kecuali beberapa perubahan di bidang administrasi, ekonomi, pendidikan, dan hukum. Administrasi yang mengalami perubahan diantarnya pengadaan sistem transportasi umum, brigade kebakaran, memberi kesempatan luas kepada pribumi dalam perdagangan, mengembangkan pendidikan sekuler.[36]
Kelompok turki muda adalah kelompok pembaharu pertama yang merencanakan industrialisasi untuk pertama kalinya dengan disahkannya undang-undang tentang industry, low for encouragement of industry, pada tahun 1909 yang kemudian diperbaharui pada tahun 1915. Selain itu, bidang pendidikan juga mendapat perhatian mereka, terutama pendidikan tingkat dasar yang sebelumnya diabaikan. Kaum wanita memperoleh perhatian yang besar. Di bidang pendidikan, kesempatan bagi kaum wanita untuk memperoleh pendidikan juga dibuka lebar-lebar. Pada tahun 1917 undang-undang keluarga family law, disahkan oleh pemerintah dan dengan sendirinya merupakan selangkah lebih maju bagi kaum wanita untuk memperoleh haknya.[37]
Kelompok turki muda barangkali dapat dikatakan gagal memberikan sebuah pemerintahan konstitusional, akan tetapi mereka telah berhasil melemahkan kekuatan pemerintahan pusat di istambul.[38]
G.    Dampak Westernisasi          
Namun hal ini tidak berjalan seperti membalikan ke dua tangan. Westernisasi  besar-besaran malah mendesak keberadaan umat Islam di sana. Karena westernisasi dilakukan tanpa menghiraukan prinsip syariah Islam sama sekali, sehingga menyebabkan munculnya perlawanan dari umat Islam di Turki. Apalagi dengan adanya kebijakan bahwa Direktorat Agama dibawah kekuasaan Perdana Menteri, menjadikan posisi umat Islam di sana semakin terdesak karena kebijakan-kebijakan yang sewenang-wenang. Bahkan menimbulkan peperangan antara umat Islam dengan pemerintah.
Tidak hanya berdampak pada keberadaan umat Islam, werternisasi telah mempengaruhi kehidupan di turki. Westernisasi yang dianggap hanya masuk dalam lingkup pengetahuan saja, ternyata telah menyebar kedalam berbagai bidang. Baik itu dalam bidang sosial, ekonomi, hukum, budaya, serta politik. Bahkan terjadi campur tangan Barat dalam pemerintahan Turki.
Westernisasi menyebabkan turki sangat bergantung pada Eropa dalam hutang luar negeri dan alih teknologi. Selain itu juga menggeser tradisi dan budaya yang ada di turki, misalnya pada masa sultan mahmud menganjurkan pejabat mengganti pakaian tradisional dengan stelan ala barat.
H.    Pembaharuan Turki Utsmani
Yang dianggap sebagai momentum pertama kontak antara Turki dengan dunia Barat yang disebut dengan era baru adalah jatuhnya konstantinopel, ibukota Bizantium, ke tangan pasukan Turki Usmani dibawah pimpinan Sultan Muhammad II Al Fatih pada tahun 1453.[39] Konstantinopel yang selanjutnya diganti menjadi Istanbul, adalah suatu kota metropolis yang berada di benua Asia dan Eropa. Inilah titik awal masa keemasan Turki Usmani, yang terus cemerlang hingga abad ke-18 dengan wilayah kekuasaan yang sangat luas membentang dari Hongaria Utara di Barat hingga Iran di Timur dari Ukrania di Utara hingga Lautan India di Selatan.[40]
Turki Usmani berhasil membentuk suatu Imperium besar dengan masyarakat yang multi-etnis dan multi-religi yang berasilimilasi secara lentur. Kebebasan dan otonomi kultural yang diberikan Imperium kepada rakyatnya yang non-muslim, adalah suatu bukti bagi dunia kontemporer bahwa sistem kekhalifahan dengan konsep Islam telah mempertunjukkan sikap toleransi dan keadilan yang luhur.
Sultan adalah sekaligus khalifah, artinya sebagai pemimpin negara, Ia juga memegang jabatan sebagai pemimpin agama. Kekhalifahan Turki Usmani didukung oleh kekuatan ulama (Syeikhul Islam) sebagai pemegang hukum syariah (Mufti) dan Sad’rul A’dham (perdana Mentri) yang mewakili Kepala Negara dalam melaksanakan wewenang Dunianya.[41] Disamping juga didukung kekuatan tentara.
Kondisi porak porandanya Imperium Turki Utsmani abibat peprangan yang terus menerus, serta ekonomi negara yang devisit inilah menumbuhkan semangat nasionalisme pada generasi muda Turki ketika itu. Pemikiran tentang identitasa bangsa dan pentingnya suatu negara nasionalis yang meliputi bangsa Turki menjadi wacana yang banyak diperdebatkan.
Setelah Perang Dunia I pada tahun 1918, dengan kekalahan pihak Sentral yang didukung oleh Turki, Imperium Turki Usmani mengalami masa kemuduran yang sangat menyedihkan. Satu persatu wilayah kekuasaan yang jauh dari pusat membebaskan diri dari kekuasaan Turki Usmani. Bahkan lebih buruk lagi negara-negara sekutu berupaya membagi-bagi wilayah kekuasaan Turki untuk dijadikan negara koloni mereka.
Pada tahun 1919-1923 terjadi revolusi Turki setelah Turki Muda di bawah pimpinan Mustafa Kemal. Kecemerlangan karier politik Mustafa Kemal dalam peperangan, yang dikenal sebagai perang kemerdekaan Turki, mengantarkannya menjadi pemimpin dan juru bicara gerakan nasionalisme Turki. Gerakan nasionalisme ini, yang pada waktu itu merupakan leburan dari berbagai kelompok gerakan kemerdekaan di Turki, semula bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan Turki dari rebutan negara-negara sekutu. Namun pada perkembangan selanjutnya gerakan ini diarahkan untuk menentang Sultan.
Mustafa Kemal (1881-1938) mendirikan Negara Republik Turki di atas puing-puing reruntuhan kekhalifahan Turki Usmani dengan prinsip pembaharuannya Westwenalisne, Sekularisme, dan Nasionalisme.[42] Meskipun demikian, Mustafa Kemal bukanlah yang pertama kali memperkenalkan ide-ide tersebut di Turki. Gagasan sekularisme Mustafa Kemal banyak mendapat inspirasi dari pemikiran Ziya Gokalp (1875-1924), seorang sosiolog Turki yang diakui sebagai Bapak Nasionalisme Turki. Pemikiran Ziya Gokalp adalah sintesa antara tiga unsur yang membentuk karakter bangsa Turki, yaitu ke-Turki-an, Islam serta Modernisme.
Akhirnya Dewan Nasional Agung pada tanggal 29 Oktober 1923 memproklamasikan terbentuknya negara Republik Turki dan mengangkat Mustafa Kemal sebagai Presiden Republik Turki. Pada tanggal 3 Maret 1924 Dewan Agung Nasional pimpinan Mustafa Kemal menghapuskan jabatan khalifah. Khalifah Abdul Majid sebgaai khalifah terahir diperintahkan meninggalkan Turki.[43] Pada tahun 1928 negara tidak ada lagi hubungannya dengan agama. Sembilan tahun kemudian, yaitu setelah prinsip sekulerisme dimasukkan ke dalam konstitusi di tahun 1937, Republik Turki dengan resmmi menjadi Negara sekuler.
Perlu dipahami bahwa, sekulerisasi yang dijalankan oleh Mustafa Kemal tidak sampai menghilangkan agama. Sekulerisasinya berpusat pada kekuasaan golongan ulama dalam soal negara dan dalam soal politik. Yang terutama ditentangnya ialah ide negara Islam dan pembentukan negara Islam. Negara mesti dipisahkan dari agama. Institusi-institusi negara, sosial, ekonomi, hukum, politik, dan pendidikan harus bebas dari kekauasaan syari’at. Namun, negara tetap menjamin kebebasan beragama bagi Rakyat.[44]
I.       Reformasi Peradaban dan Budaya Pasca-Penghapusan Kekhalifahan
Kemajuan Barat dan kolonialisme telah menyudutkan sejarah dan identitas Islam pada titik kemunduran. Sepanjang Abad ke-19, Barat telah mendesak Islam dari berbagai sudut, baik militer, ekonomi maupun politik.[45] Dengan setting sosio-politik dan historis yang terjadi mendorong para pembaharu melakukan beberapa perubahan dan pembaharuan dalam beberapa sektor, diantaranya sektor agama, bahasa, pemerintahan serta hukum.
1. Reformasi sektor Agama
Peradaban menurut Mustafa Kemal, berarti peradaban Barat. Tema utama dari pandangannya tentang pem-Barat-an adalah bahwa Turki harus menjadi bangsa Barat secara utuh. kkonsep utamanua adalah Westernisasi, sekulerisasi, dan nasionalisme.[46] Untuk itu dalam aspek agama, Pemerintah Kemalis mengeluarkan kebijakan larangan menggunakan pakaian-pakaian yang dianggap pakaian agama di tempat-tempat umum dan menganjurkan masyarakat Turki menggunakan pakaian sebagaimana orang-orang Barat berpakaian (berjas dan bertopi). Peraturan ini mulai efektif pada November 1925 dan hingga saat ini masyarakat Turki menggunakan pakaian ala Barat.[47] Sampai saat ini pemakaian jas sudah menjadi ciri umum dari masyarakat Turki.
2. Reformasi sektor Linguistik
Selain reformasi agama, reformasi yang paling penting dari rezim Kemalis adalah reformasi bahasa. Tulisan Arab diganti dengan tulisan Latin, berdasarkan undang-undang yang diputuskan oleh Dewan Nasional Agung pada 3 Novemeber 1928. Tujuan reformasi bahasa adalah membebaskan bahasa Turki dari ‘belenggu’ bahasa asing. Penekanannya adalah pemurnian bahasa Turki dari bahasa Arab dan Persi. Mustafa Kemal mengadakan kunjungan di banyak tempat untuk mengajar secara langsung tulisan baru pada rakyat Turki.[48]
Reformasi bahasa ini memberi sumbangan yang berharga bagi perkembangan linguistik bahasa Turki saat ini. Penelitian yang mendalam terhadap akar bahasa dan struktur bahasa Turki membuktikan bahwa bahasa Turki termasuk kelompok bahasa Altay, yaitu bahasa-bahasa yang dipergunakan bangsa-bangsa yang mendiami wilayah yang membentang dari Finlandia hingga Manchuria. Dari segi gramatikal, bahasa Turki termasuk bahasa aglutinatif, yaitu bahasa berimbuhan. Struktur sintaksis memperlihatkan pola Objek-Predikat, dimana Predikat selalu berada di akhir kalimat. Ciri-ciri struktural bahasa Turki memperlihatkan perbedaannya yang jelas dengan bahasa Arab.
3. Reformasi Sektor Hukum
Komite ahli hukum mengambil Undang-Undang sipil Swiss untuk memenuhi keperluan hukum di Turki menggantikan Undang-Undang Syariah, berdasarkan keputusan Dewan Nasional Agung tanggal 17 Februari 1926. Undang-Undang Sipil yang mulai diberlakukan pada tanggal 4 Oktober 1926 ini antara lain tentang: menerapkan monogami; melarang poligami dan memberikan persamaan hak antara pria dan wanita dalam memutuskan perkawinan dan perceraian. Sebagai konsekuensi dari persaman hak dan kewajiban ini hukum waris berdasarkan Islam dihapuskan. Selain itu undang-undang sipil juga memberi kebebasan bagi perkawinan antar agama.
Pada I Januari 1935, pemerintah mengharuskan pemakaian nama keluarga bagi setiap orang Turki dan melarang pemakaian gelar-gelar yang biasa dipakai pada masa Turki Usmani. Mustafa Kemal menambahkan nama Ataturk, yang berarti Bapak Bangsa Turki, sebagai nama keluarga. Pada tahun 1935 sistem kalender hijriyah diganti dengan sistem kalender masehi; hari Minggu dijadikan sebagai hari libur menggantikan hari libur sebelumnya yaitu hari Jumat.[49]




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Nama kerajaan Utsmani diambil dari nama Sultan pertama bernama Usman. Perluasan wilayah kerajaan Turki terjadi dengan cepat, disamping itu raja-raja yang berkuasa sangat mempunyai potensi yang kuat dan baik. Banyak daerah-daerah yang dapat dikuasai (di Asia Kecil) Salah satu sumbangan terbesar kerajaan Turki Utsmani dalam penyebaran Islam adalah penaklukkan kota benteng Constantinopel (Bizantium) ibukota Romawi Timur (1453 M), selain itu kerajaan Turki Utsmani mengalami kemajuan yang sangat pesat. meliputi bidang kemiliteran, pemerintahan, kebudayaan dan agama.
2.      Pelaksanaan westernisasi terbagi ke dalam beberapa periode yaitu:
a.       Pembaharuan awal
b.      Orde baru
c.       Tanzimat
d.      Turki Muda.
3.      Westernisasi menyebabkan turki sangat bergantung pada Eropa dalam hutang luar negeri dan alih teknologi. Selain itu juga menggeser tradisi dan budaya yang ada di turki, misalnya pada masa sultan mahmud menganjurkan pejabat mengganti pakaian tradisional dengan stelan ala barat.
B.     Saran
Dari pembahasan dinasti usmaniyah ini, perlu kiranya bagi peneliti selanjutnya agar meneliti lebih lanjut mengenai hal ini, guna menambah wawasan bagi masyarakat dan pelajar khususnya, serta informasi bagi peneliti sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Ali, Mukti Islam Dan Sekulerisme Di Turki, Jakarta: Djambatan, 1994.
Boshworth, C.E. Dinasti-Dinasti Islam, Terj. Ilyas Hasan, Bandung: Mizan,1993.
Espito, John L. Dinamika Kebangkitan Islam: Watak, Proses Dan Tantangan, Terj. Bakri Siregar, Jakarta: Rajawali Press, 1987.
Maryam, Siti (eds). Sejarah Peradaban Islam:Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: Lesfi, 2002.
Mughni, Syafiq A. Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki, Jakarta:Logos,1997.
Nasution, Harun Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Nasution, Harun Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya I Jakarta: UI Press, 1979.
Sani, Abdul Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam., Jakarta: Raja grafindo Persada, 1998.
Sj, Fadil. Pasang Surut Peradaban Islam, Malang: Uin Malang Prees, 2008.
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005.
Tohir, Ajid Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-Akar Sejarah, Budaya, Social, Politik Dan Budaya Umat Islam, Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2004.
Yatim, Badri Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.

Website:
Http://Alfiyatuss.Blogspot.Co.Id/2011/12/Westernisasi-Dunia-Islam-Kasus-Turki.Html. Diakses Pada Tanggal 2 Desember 2015, Pukul 11:11 WIB.
Https://Salwintt.Wordpress.Com/Artikel/Kisah-Islami/Pemikiran-Pembaharuan-Masa-Kerajaan-Turki-Usmani/ Diakses Pada Tgl 1 Desember 2015, Pukul 10.05 WIB



[1] Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam., (Jakarta: Raja grafindo Persada, 1998), hlm. 110
[2] C.E. Boshworth, Dinasti-Dinasti Islam, Terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan,1993), hlm. 128
[3] Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki, (Jakarta:Logos,1997), hlm. 51
[4] Siti Maryam, Dkk. Sejarah Peradaban Islam:Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: Lesfi, 2002), hlm. 128.
[5] Syafiq A. Mughni, Sejarah , hlm. 52
[6] Syafiq A. Mughni, Sejarah , hlm. 52
[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 130
[8] Syafiq A. Mughni, Sejarah,  hlm. 53
[9] Syafiq A. Mughni, Sejarah. hlm. 54
[10] Syafiq A. Mughni, Sejarah. hlm. 58
[11] Syafiq A. Mughni Sejarah. hlm. 60
[12] Syafiq A. Mughni, Sejarah, hlm. 62
[13] Syafiq A. Mughni, Sejarah, hlm. 66
[14]Ajid Tohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-Akar Sejarah, Budaya, Social, Politik Dan Budaya Umat Islam, (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 181.
[15]Syafiq A. Mughni, Sejarah, hlm. 60
[16] Musyrifah, Sunanto. Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005), hlm. 304.
[17] Abdul Sani, Lintasan, hlm. 116
[18] Abdul Sani,  Lintasan, hlm. 117.
[19] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan. (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm.134
[20] Harun Nasution, Pembaharuan, hlm.138
[21] Abdul Sani,  Lintasan, hlm 117
[22] Abdul Sani,  Lintasan, hlm 119
[23] Http://Alfiyatuss.Blogspot.Co.Id/2011/12/Westernisasi-Dunia-Islam-Kasus-Turki.Html. Diakses Pada 5 Desember 2015.
[24] Http://Alfiyatuss.Blogspot.Co.Id/2011/12/Westernisasi-Dunia-Islam-Kasus-Turki.Html. Diakses Pada 5 Desember 2015
[25] Syafiq A. Mughni, Sejarah , hlm. 121
[26] Syafiq A. Mughni, Sejarah , hlm. 123
[27] Http://Alfiyatuss.Blogspot.Co.Id/2011/12/Westernisasi-Dunia-Islam-Kasus-Turki.Html. Diakses Pada 5 Desember 2015,
[28] Syafiq A. Mughni, Sejarah , hlm. 121
[29] Fadil Sj, Pasang Surut Peradaban Islam, (Malang: Uin Maang Prees, 2008), hlm.258
[30] Http://Alfiyatuss.Blogspot.Co.Id/2011/12/Westernisasi-Dunia-Islam-Kasus-Turki.Html. Diakses Pada 5 Desember 2015,
[31] Https://Salwintt.Wordpress.Com/Artikel/Kisah-Islami/Pemikiran-Pembaharuan-Masa-Kerajaan-Turki-Usmani/ Diakses Pada Tgl 1 Desember 2015
[32] Syafiq A. Mughni, Sejarah , hlm. 125
[33] Syafiq A. Mughni, Sejarah , hlm. 126
[34] Http://Alfiyatuss.Blogspot.Co.Id/2011/12/Westernisasi-Dunia-Islam-Kasus-Turki.Html. Diakses Pada 5 Desember 2015, Pukul 12.23 Wib.
[35] Syafiq A. Mughni, Sejarah , hlm. 139
[36] Http://Alfiyatuss.Blogspot.Co.Id/2011/12/Westernisasi-Dunia-Islam-Kasus-Turki.Html. Diakses Pada 5 Desember 2015.
[37] Syafiq A. Mughni, Sejarah , hlm. 140
[38] Syafiq A. Mughni, Sejarah , hlm. 141
[39] Syafiq A. Mughni, Sejarah , hlm. 69
[40] Syafiq A. Mughni, Sejarah , hlm. 72
[41] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya I (Jakarta: UI Press, 1979) Hlm. 117.
[42] Harun Nasution, Pembaharuan, hlm 147
[43] Harun Nasution, Pembaharuan, hlm.151
[44] Harun Nasution, Pembaharuan, hlm.153
[45] John L. Espito, Dinamika Kebangkitan Islam: Watak, Proses Dan Tantangan, Terj. Bakri Siregar, (Jakarta: Rajawali Press, 1987), hlm. 4
[46] Mukti Ali, Islam Dan Sekulerisme Di Turki, (Jakarta: Djambatan, 1994), hlm. 102
[47] Harun Nasution, Pembaharuan, hlm 152
[48] Harun Nasution, Pembaharuan, hlm 149
[49] Harun Nasution, Pembaharuan, hlm 152