BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setelah
Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan
politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya
terbagi-bagi dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain saling
memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur
akibat serangan bangsa Mongol itu, keadaan politik umat Islam secara
keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya
tiga kerajaan besar, diantaranya Utsmani di Turki, Mughal di India dan Safawi
di Persia. Kerajaan Utsmani ini adalah yang pertama berdiri juga yang terbesar
dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya.
perkembangan modernisasi
di Turki semakin maju dengan membawa visi beraneka ragam sesuai kepentingan
yang melatarbelakanginya Sebagaimana dikemukakan oleh Harun Nasution bahwa
gerakan pada fase ini terbagi kepada tiga kelompok, yaitu; pertama gerakan yang
berorientasi pada prinsip Islam yang disebut Islamisme. Kedua, gerakan yang
banyak mengadopsi pemikiran, sikap hidup berdasarkan pola-pola kehidupan Barat,
atau terilhami oleh Barat (terbaratkan). Kelompok ini dinamakan Westernisme.
Ketiga, gerakan yang menitikberatkan pada aspek keaslian Turkisme atau lebih
tepat secara kenegaraan mereka selalu mementingkan sikap, pola pikir dan
tindakan nasional. Mereka tidak mau mengambil sesuatu yang berbau Barat dan
juga tidak mengambil sesuatu yang terilhami oleh perasaan keagamaan (Islam).
Sehingga para patriotisme yang tinggi membawa mereka lebih mengutamakan
nasionalitas di atas segala-galanya. Kelompok yang berpaham demikian dinamakan Nasionalisme.[1]
Walaupun perlu
digarisbawahi bahwa dorongan tertinggi atas semua kelompok ide pembaharuan itu
pada prinsipnya mengacu nilai Islam, namun ada golongan yang lebih mementingkan
Baratnya daripada Islam, atau sebaliknya mementingkan Islam secara prinsip
tanpa memandang enteng (dengan merasa masih cukup penting) peradaban Barat. Dan
ada pula golongan yang mementingkan perasaan nasional Turki walaupun mereka
pada dasarnya juga orang Islam.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan diskripsi
diatas maka kami perlu memberikan rumusan masalah sebagai objek pembahasan dan
batasan yang akan kami bahas dalam makalah ini. Antara lain sebagai barikut :
1. Bgaimana sejarah perkembangan dinasti turki utsmani?
2. Bagaimana pelaksanaan gerakan westernisasi?
3. Bagaimana dampak westernisasi tersebut?
C.
Tujuan
Ada pun tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui sejarah perkembangan dinasti usmaniyah di turki
2. Mengetahui pelaksanaan gerakan westernisasi
3.
Mengetahui dampak
westernisasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kemunculan Dinasti Turki Utsmani
Dinasti Utsmani berasal dari suku bangsa
pengembara Qatigh Oghuz
(Kayi),[2] salah satu anak suku Turk yang mendiami sebelah
barat gurun Gobi, wilayah Asia Tengah. Pemimpin suku Kayi, Sulaiman Syah
mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol yang menyerang
dunia Islam yang berada dibawah kekuasaan Dinasti Khawarizm pada tahun
1219-1229. dan lari ke arah Barat, Asia Kecil dan meminta perlindunga
Jalaluddin, pemimpin terahir dinasti Khawarizm di Tranxisonia.
Setelah serangan bangsa Mongol mereda, mereka berencana pindah ke Syam, namun
mendapat kecelakaan hanyut di sungai Euphrat yang tiba-tiba pasang pada tahun
1228 M.[3]
Mereka akhirnya terbagi menjadi 2 kelompok
yang pertama ingin kembali ke daerah asalnya, dan yang kedua meneruskan
perjalanan ke Asia Kecil. Kelompok kedua berjumlah sekitar 400 keluarga yang
dipimpin oleh Arthogol ibn Sulaiman. Mereka menghambakan diri kepada sultan
Alauddi II dari Dinasti Saljuk Rum yang berpusat di Kuniya, Anatolia, Asia
Kecil.[4]
Pada saat Dinasti Seljuk Rum berperang melawan
Romawi Timur (Bizantium), Erthogol membantunya hingga mendapatkan kemenangan.
Sultan memberikan hadiah wilayah yang berbatasan dengan Bizantium. Erthagol
membangun daerah “perdikan” itu dan berusaha memperluas wilayahnya dengan
merebut sebagian wilayah Bizantium. Mereka menjadikan Sogut menjadi pusat
kekuasaannya yang independen pada tahun 1258 M. Disinilah lahir Utsman yang
diperkirakan tahun 1258. Nama Utsman itulah yang diambil sebagai nama untuk
Dinasti Turki Utsmani.[5]
Erthogol meninggal tahun
1280 M. Utsman ditunjuk sebagai penggantinya sebagai pemimpin suku bangsa Turki
atas persetujuan Sultan Seljuq. Sultan banyak memberikan hak istimewa dan
mengangkatnya menjadi Gubernur dengan gelar Bey di belakang namanya.[6] Namun,
sebagian ahli menyebut bahwa Utsman adalah anak Sauji. Sauji adalah anak
Erthogol, sehingga Utsman adalah cucu dari Erthogol. Sauji telah meninggal
sebelum ayahnya dalam perjalanan pulang dari tugas menghadap Sultan Seljuq.
Setelah wilayah kekuasaan
Saljuq Rum ditahlukan oleh bangsa Mongol, Utsman memerdekakan diri dan dapat
bertahan dari serangan Mongol. Bekas wilayah Saljuq dijadikan basis
kekuasaannya dan para penguasa Saljuq yang tersisa mengangkatnya sebagai
pemimpin pada tahun 1300 M. maka berdirilah kerajaan utsmaniyah yang dipimpin
oleh Utsman dengan gelar Padisyah Alu Utsman atau lebih dikenal dengan Utsman
I.[7] Dinasti
ini berkuasa kurang lebih selama 7 abad. (625 tahun).
B.
Periodesasi Sultan Dinasti Turki Utsmani
Raja-Raja Turki Utsmani
bergelar Sultan dan Khalifah sekaligus. Sultan menguasai kekuasaan duniawi,
sedangkan khalifah berkuasa di bidang agama atau spiritual.[8] Mereka
mendapatkan kekuasaan secara turun temurun, meski tidak harus dari putra
pertama, bahkan dapat diwariskan kepada saudaranya. Khilafah Bani Utsmaniyyah
tercatat memiliki kurang lebih 36 orang khalifah, yang berlangsung mulai dari
abad 10 Hijriyah atau abad ke enam belas Masehi. Dalam sekian lama kekuasaannya, yakni sekitar 625 tahun,
tidak kurang dari 38 sultan.
Dari 38 sultan yang pernah
memerintah Turki Utsmani, Syafiq A. Mughni membaginya ke dalam lima periode:[9]
1.
Periode pertama (1229- 1402 M). Periode ini
dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara
oleh serangan Timur Lank. sultan-sultan
yang memimpin pada periode ini adalah Utsman I, Orkhan, Murad I, dan Bayazid I.
2.
Periode kedua (1402-1556 M). Periode ini ditandai dengan
restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan sampai pada ekspansinya yang
terbesar khususnya pada masa Sultan Salim I putra sultan Bayazid II yang
berhasil menguasai Afrika Utara, Syiria, dan Mesir yang pada waktu itu Mesir
diperintah oleh kaum Mamluk pada 1517 M. Sultan-sultan yang memimpin pada
periode ini adalah Muhammad I, Murad II, Muhammad II, Bayazid II, Salim I dan
Sulaiman I Al Qanuni.[10]
Pada periode ini Dinasti
Turki Utsmani mencapai masa keemasannnya pada masa pemerintahan Sulaiman I Al
Qanuni. Wilayahnua meliputi Daratan Eropa hingga Austria, Mesir, Afrika Utara,
Al Jazair, Asia hingga ke Persia; serta melingkupi Lautan Hindia, Laut Arabia,
Laut Merah, Laut Tengah, dan Laut Hitam. Ia dijuluki Al Qanuni karena
memberlakukan undang-undang dinegerinya. Orang Barat menyebutnya The
Magnificient.[11]
(Sulaiman yang agung), karena Al Qanuni-lah yang menyebut dirinya sultan dari
segala sultan.
3.
Periode ketiga (1556-1699M). Periode ini ditandai dengan
kemampuan dalam mempertahankan wilayahnya karena masalah perang yang terus
menerus terjadi karena alasan domestik, disamping juga gempuran dari daerah
luar. Sultan-Sultan yang memimpin pada periode ini adalah: Salim II, Murad III,
Muhammad III, Ahmad I, Mustafa I, Utsman II, Mustafa I (yang keduakalinya),
Muarad IV, Ibrahim I, Muhammad IV, Sulaiman III, Ahmad II, dan Mustafa II.[12]
4.
Periode keempat (1699-1839 M). Periode ini ditandai
dengan bersurutnya kekuatan kerajaan dan terpecahnya wilayah di tangan para
penguasa wilayah. Sultan-sultannya adalah sebagai berikut: Ahmad III, Mahmud I,
Utsman III, Mustafa III, Abdul Hamid I, Salim III, Mustafa IV, dan Mahmud II.
5.
Periode kelima (1839-1922 M). Periode ini ditandai oleh
kebangkitan kultural dan administratif dari negara di bawah pengaruh ide-ide
Barat. Sultannya adalah Abdul Majid I, Abdul Aziz, Murad V, Abdul Hamid II,
Muhammad V, Muhammad VI, dan Abdul Majid II.[13]
C.
Perluasan Wilayah dan Kemajuan Peradaban
1.
Perluasan WilayahTurki Utsmani
Kerajaan Utsmani,
sebagaimana kerajaan Romawi dan kekhalifahan Abbasiyah, pada umumnya lebih
menekankan aspek militer dan mengembangkan prinsip dinasti dalam organisasinya.
Personifikasinya diwakili oleh sosok Khalifah-Sultan. Setelah Utsman I
mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al Utsman pada tahun 699
H/1299 M, dia mulai memperluas wilayahnya. Puncak ekspansi terjadi pada masa
Muhammad II yang dikenal dengan Al Fatih.
Kota penting yang berhasil
ditahlukkan adalah Konstantinopel pada tahun 1453 M yang merupakan Ibu Kota
Kerajaan Romawi Timur (Bizantium) yang kemudian dirubah menjadi Istambul.
Kejatuhan Konstantinopel memudahkan tentara Turki Utsmani menahlukan wilayah
lainnya, seperti Serbia, Albania dan Hongaria, sampai ke perbatasan Bundukia.[14]
Terdapat 5 faktor utama
yang menyebabkan kesuksesan Dinasti Turki Utsmani khususnya dalam perluasan
wilayah, yaitu:
a.
Kemampuan orang Turki dalam strategi perang dan adanya
cita-cita mendapatkan ghaniman
b.
Gaya hidup orang Turki yang sederhana dan selalu
berpikiran maju
c.
Semangat Jihad dan ingin mengembangkan Islam
d.
Letak Istambul yang sangat strategis diantara benua Eropa
dan Asia di samping pernah sebagai pusat peradaban Dunia.
e.
Kondisi kerajaan disekitarnya yang sudah rapuh, sehingga
memudahkan Turki Utsmani untuk menahlukannya.
Luasnya wilayah kekuasaan
Turki Utsmani dapat dilihat dari masa kejayaannya meliputi daratan Eropa dan
Austria; Mesir dan Afrika Utara hingga Aljazair dan Asia hingga ke Persia.
Disamping itu, wilayahnya juga meliputi Lautan Hindia, lautan Arabia, laut
Merah, laut Tengah dan Laut Hitam.[15]
2. Kemajuan
Peradaban Dinasti Turki Utsmani
Meskipun Dinasti Turki
Utsmani berkuasa cukup lama, tidak berarti bahwa peradabannya maju pesat
seperti pada masa Dinasti Abbasiyah. Hal ini dikarenakan salah satunya oleh
politik ekspansinya yang tidak diikuti dengan pembinaan wilayah yang berhasil
ditahlukan. Disamping itu, sultan-sultan yang berkuasa pasca ditahlukannya
Konsantinopel, khususnya setelah pemerintahan Sulaiman I mulai menunjukkan
kelemahan.
Perkembangan peradapan
yang dicapai pada masa Dinasti Turki Utsmani yang paling berpengaruh antara
lain:
a.
Bidang militer
b.
Bidang pemerintahan
c.
Bidang Agama dan budaya
d.
Bidang intelektual
e.
Bidang Sastra dan Bahasa
f.
Bidang Administrasi,.
g.
Bidang arsitektur,
h.
Dalam bidang pendidikan.
D.
Aliran Barat (
Westernisasi )
Westernisme dalam Islam
(kebarat-baratan) golongan atau gerakan yang mengajak umat Islam untuk menerima
pengetahuan Barat dan semua yang datang dari Barat.[16] Pada golongan ini selain orang-orang Barat yang mempunyai idealisme Barat,
juga tokoh intelegensia Turki sendiri yang terbaratkan dalam pemikiran dan
perilakunya. Apalagi dalam hal ini Turki merupakan bagian dari Eropa Timur
(beberapa wilayah Turki pada masa itu berada di Eropa timur), yang hanya agama
saja berbeda dengan orang Barat, namun mereka berada pada posisi geografis yang
memungkinkan untuk menyerapkan ide Barat secara sempurna. Dari sini
terlihat bahwa gagasan Barat sesuai dengan kondisi Turki yang ingin maju.
Golongan ini karena banyak mengkonsumsi pemikiran Barat dalam semua aspeknya,
maka mereka disebut golongan Westernisme.
Gerakan Westernisme, juga
menggolkan ide-ide sekularisme dalam basis kekuatannya. Mereka berusaha
mengadopsi pemikiran Barat secara intensif, sehingga aspek sosial kemasyarakatan
selalu dipandang dengan pandangan-pandangan sekular. Golongan ini terdiri dari
beberapa tokoh yang dalam gerakan pembaharuan di Turki sebelumnya juga banyak
mengedepankan pemikiran Barat secara intensif, namun tokoh yang dianggap paling
mutakhir adalah Tawfik Fikret ( 1867-1951 ) seorang pemikir sekaligus sastrawan
yang banyak mengkritik dan menentang kaum tradisional. Dan
satunya lagi adalah Abdulllah Jewdat ( 1869-1932 ). Seorang intelektual
bergelar Doktor yang dianggap pendiri Perkumpulan Persatuan dan Kemajuan.
Mereka ini merupakan orang yang cukup gigih dalam mendorong perjalanan
pembaharuan Turki dengan gagasan-gagasan Barat.[17]
Tawfik Fikret banyak melontarkan pemikiran
kritikan terhadap ulama tradisional yang dianggapnya telah membawa umat Islam
ke dalam situasi fatalis. Umat Islam pada masa itu sangat tergantung kepada
paham keagamaan tradisional. Sedangkan paham tradisional itu dalam banyak hal
telah membawa kemunduran, seperti berserah total kepada nasib, memberikan
gambaran tentang kekuasaan dan keadilan Tuhan selalu sewenang-wenang dan
seperti seorang raja yang zalim. Pendapat ulama tradisional itu, dikecam Fikret
sehingga ia banyak dimusuhi para ulama.
Dalam banyak hal pemikiran golongan Barat
secara umum mempunyai kesamaan. Dapat dilihat dalam pemikiran Abdullah Jewdat.
Ia menganggap bahwa kelemahan umat Islam pada saat itu bukan terletak pada
ajaran Islam tapi pada sistem sosial dan kekhalifahan. Begitu juga tentang
Islam, yang perlu diubah adalah umatnya. Selama ini keadaan umat Islam masih bersikap
bodoh, malas, patuh kepada ulama secara membuta, walaupun ulamanya itu bodoh.
Hal-hal yang diajarkan oleh ulama bodoh itu dianggap ajaran Islam. Mereka
terperangkap dalam perilaku demikian karena menganggap benar. Akhirnya
pemikiran tokoh ini pun dianggap musuh ulama dan Islam saat itu.[18]
Golongan Barat tidak setuju dengan konsep
kenegaraan. Negara bagi mereka harus bersifat sekuler, dalam arti harus
dipisahkan dari agama, seperti halnya di Barat. Tetapi karena masih terikat
pada ajaran Islam, mereka tidak mempunyai konsep yang jelas mengenai cara
pemisahan itu. Konsep keagamaan masih besar pengaruhnya dalam masyarakat dan
disamping itu wujudnya telah diperkuat pula oleh Konstitusi 1876. oleh karena
itu mereka menganjurkan supaya sekularisasi diadakan bukan terhadap negara,
tetapi terhadap masyarakat.[19]
Dalam bidang pendidikan golongan Barat ingin
membawa kebebasan mimbar, kebebasan berdiskusi, olahraga, pekerjaan tangan, dan
sebagainya. Guru harus mengetahui ilmu jiwa dan ilmu sosial. Tujuan pendidikan
ialah membina pemuda yang dapat berdiri sendiri, cerdas, jujur dan patriotis.
Pendidikan agama harus dibersihkan dari supervisi dan dalam kurikulumnya
dimasukkan logika dan ilmu pengetahuan modern.[20]
Dalam bidang ekonomi, kemunduran menurut
golongan Barat disebabkan oleh keengganan orang Turki untuk menerima peradaban
Barat dan tetapnya mereka berpegang pada tradisi dan institusi yang telah
usang. Keadaan ekonomi dapat diperbaiki hanya dengan menerima sistem ekonomi
Barat dengan corak kapitalisme, liberalisme, individualisme dan ide bekerja
untuk penumpukan harta yang terdapat di dalamnya. Juga harus diterima pemikiran
liberal Barat dan kemajuan teknologinya. Sikap mental ketimuran yang
dipengaruhi oleh faham fatalisme dan rasa benci pada perubahan harus dihilangkan.
Beberapa pemikiran mereka yang lain adalah
tentang nasionalitas. Menurut mereka, Barat saat ini maju karena menerapkan
rasionalitas dalam hidupnya. Rasionalitas itu juga
dianggap tiang dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu juga terhadap agama,
bangsa Barat hanya mau menganut agama rasional. Karena bangsa Barat dapat
dianggap guru, maka segala yang berbau Barat mesti diambil. Murid mesti taat
pada guru.[21]
Semua aspek-aspek penting
yang dapat mendorong kemajuan dianggap oleh golongan Barat sebagai ideologi
baru yang mampu membangkitkan modernisasi Turki dan rakyatnya. Dilihat dari
kondisi ini, jelas bahwa mereka akan berusaha sekuat tenaga menafsirkan Islam
sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan kata lain, Islam diusahakan selalu cocok
dengan pemikiran modern. Kalau tidak cocok, bukan pemikiran modernnya yang
keliru melainkan nilai Islamnya belum dapat diserasikan. Rasa bersimpati
terhadap Barat dan semua aspeknya, bahkan bisa jadi mendorong mereka akan
mengambil sesuatu yang negatif, asalkan nilai itu memang datang dari Barat.[22]
Terlepas dari itu semua,
nuansa pembaharuan di Turki memang mempunyai citra tersendiri yang boleh jadi
malah dianggap unik. Mengingat pertarungan ide untuk mengedepankan
masing-masing kepentingan dengan tujuan yang sama yaitu menghantarkan Turki
kepada kemajuan adalah dianggap hal yang wajar bagi semua negara berkembang dan
bahkan pernah jaya pada masa sebelumnya. Dari sini, yang dilihat secara
keseluruhan nampaknya tidak bisa dipungkiri bahwa pembaharuan atau modernisasi
Turki dianggap sepenuhnya bernilai positif.
E. Sebab-Sebab Westernisasi
Ada beberapa
hal yang menyebabkan Turki Usmani melakuan usaha westernisasi, antara lain :
1.
Kemunduran Turki Usmani dianggap sebagai penyebab karena ketika kemunduran
itu dibutuhkan sebuah stretegi turki untuk bangkit yakni westernisasi. Di
antara beberapa hal yang patut dipandang sebagai penyebab kejatuhan dinasti
turki usmani yaitu
:
a.
melemahnya sistem birokrasi
b.
melemahnya kekuatan militer turki usmani
c.
hancurnya perekonomian kerajaan
d.
muncul dan menguatnya kekuatan baru di daratan Eropa dan
e.
serangan balik terhadap kerajaan turki usmani.
2.
Wazir agung atau Sadrazam sebagai figur kunci pembaharuan
berpendapat bahwa kelemahan dan kekalahan Turki menyangkut persoalan Teknis dan
Militer.
3.
Banyaknya orang-orang Turki yang belajar di Eropa. Karena mereka lama
tinggal di sana menjadikannya terbiasa dengan kehidupan disana baik budaya
maupun tradisinya. Sehingga ketika mereka kembali ke turki mereka membawa semua
itu ke negaranya.
4.
Penandatangan perjanjian kucuk kaynarca tahun 1774 memperkuat kepercayaan
para pejabat akan keterbelakangan turki dalam bidang militer teknologi dan
administrasi. Kenyataan ini disadari sebagai suatu yang membahayakan bagi keberlangsungan negara. Oleh karena
itu mereka melakukan westernisasi.
F.
Pelaksanaan Westernisasi
Sultan Abdul Majid I merupakan Sultan Utsmani pertama yang melakukan
westernisasi pemerintahan secara resmi. Dialah yang pertama kali mengambil
langkah gerakan ini dan mengeluarkan perintah resmi tentang adanya organisasi
pemerintahan pada 1854 dan 1856 M.[23]
Dengan adanya perintah resmi tersebut, maka dimulailah dalam
pemerintahan Utsmani apa yang disebut dengan masa reorganisasi. Sebuah istilah
yang sebenarnya adalah reorganisasi masalah-masalah kenegaraan di dalam
pemerintahan Utsmani dengan metode Barat. Dengan perintah resmi ini, maka
sempurnalah penyingkiran aturan-aturan syariah Islam, dan sekaligus menandai
pembuatan undang-undang positif dan pendirian lembaga-lembaga.
Sultan Abdul Majid I sangat dipengaruhi oleh menterinya, Rasyid Pasya, yang
merupakan pengagum Barat dan menjadikan filsafat Freemasonry sebagai jalan
hidupnya. Rasyid Pasya adalah orang yang mempersiapkan generasi pelanjut yang
duduk menjadi menteri dan orang-orang penting dalam pemerintahan. Berkat
perannya, mereka telah mengambil andil sangat besar dalam menggulirkan roda
westernisasi yang telah ia rintis.
Pelaksanaan
westernisasi terbagi ke dalam beberapa
periode yaitu: Pembaharuan awal, Orde baru, Tanzimat, Turki Muda.[24]
1.
Pembaharuan awal
Pada abad ke tujuh belas,
mulai timbul kesadaran akan kemunduran Turki maka para modernis menganggap perlunya kerajaan turki
untuk mengadopsi metode yang dimiliki bangsa eropa dalam pendidikan dan
kemiliteran, organisasi dan administrasi untuk menciptakan suatu perubahan
dibidang pendidikan, ekonomi dan sosial yang mendukung terbentuknya negara
modern.[25]
Sehingga untuk
mempercepat pembaharuan pada abad ke delapan
belas, penasehat militer Eropa, mulai diperkerjakan untuk melatih orang-orang
kerajaan diberbagai bidang, baik militer, teknik, dan pendidikan. Oleh karena itu perlu ada yang mempelajari
ilmu-ilmu dari eropa, maka dikirimlah para pemuda turki umtuk belajar di sana.
mereka dikirim untuk mengunjungi pabrik, benteng pertahanan dan institusi yang
lain. Pada tahun 1727 didirikan percetakan
untuk menerbitkan buku-buku terjemahan karya Eropa bidang teknik, militer dan
geografi,
astronomi, kedokteran. Selain itu untuk memperluas
berbagai kebijakan pemerintahan.
Tahun 1827 didirikan
sekolah dokter di Istambul, tahun 1831 didirikan sekolah musik, 1827 sekolah
teknik, 1833 sekolah ketatanegaraan.[26] Semua
siswa diperkenalkan dengan ide-ide modern barat dan filsafat tentang kebebasan
berkehendak melalui buku-buku berbahasa turki di perpustakaan. Sistem
kementerian model Eropa diperkenalkan dan Kedutaan besar turki diberbagai
negara asing dibuka kembali sehingga memungkinkan mereka melancarkan ide tandingan
terhadap apa yang dilontarkan para sarjana Eropa.
Walaupun demikian, pembaharuan tidak berjalan
lancar. Banyak pihak yang tadinya mendukung pembaruan, ternyata mereka bekerjasama untuk
kepentingannya sendiri. Selain itu dengan dukungan sultan ahmad III, wazir
agung damad ibrahim
melakukan usaha-usaha besar dalam mengadopsi teknologi modern guna memperkuat
pemerintahan pusat. Hal ini menyebabkan negara mengalami kesulitan ekonomi
karena banyak pendapatan negara yang digunakan untuk melakukan berbagai pembenahan.
Pada waktu itu banyak digunakan untuk
biaya peperangan dan berbagai perjanjian internasional yang semuanya berakhir
dengan kekalahan. Sehingga inflasi melambung, pajak semakin memberatkan rakyat,
serta
berbagai kejahatan terjadi di daerah pedesaan. Akhirnya semua oposisi berkumpul
di istambul di bawah pimpinan patrona khalil untuk menggulingkan
sultan dan wazir agungnya tahun 1730.[27]
2.
Orde baru (Nijam I jedid).
Menghadapi berbagai
masalah, Sultan Salim III berusaha mengembangkan struktur pemerintahan yang
lebih efektif. Rencana pembaharuan meliputi pembentukan korp militer baru,
perluasan system perpajakan dan pelatihan untuk mendidik para kader bagi rezim
baru.[28]
Pengembangan struktur pemerintahan diantaranya adalah beliau mengangkat 12
menteri. Dalam memasukan pegawai baru tidak ada nepotisme lagi melainkan dengan
rekrutmen yang sah. Banyak sekolah dan balai pelatihan yang didirikan dan
mendatangkan pengajar dari luar. Hal ini mengakibatkan pengaruh barat semakin
luas.
Dalam bidang militer, Salim berusaha
meningkatkan kemampuan jenisari dengan
diklat dibawah instruksi dari barat dan diwajibkan menguasai
strategi dan teknologi modern. Hak istimewa menjadi jenisari yang mulanya
turun-menurun diganti dengan seleksi yang ketat. Tetapi karena dianggap tidak
sesuai dengan agama dan tradisi, pembaruan
Salim mendapat reaksi keras oleh mereka yang anti pembaruan dan para ulama.
Mahmud II dinobatkan sebagai sultan yang baru.
Dia melakukan pembaruan yang sangat luas tetapi hati-hati supaya tidak seperti
Salim III. Yang pertama yaitu melakukan pencabutan otonomi administrasi para
ulama dalam lembaga keagamaan dan sumbangan keagamaan, sehingga peran para
ulama tersisihkan. Masih ditambah lagi dengan adanya pembubaran jenisari.[29]
Mahmud menggantikan wazir dengan perdana menteri. Dan dalam sistem
perundangan baru, disamping hukum
syariah (mengatur masalah keluarga, perkawinan, perceraian dan waris), juga ada
hukum sekuler (menetapkan kewajiban pegawai pemerintahan dan hukuman bagi
koruptor).
Dalam bidang pendidikan didirikan sekolah umum di daerah-daerah. Sekolah yang pertama
bertujuan mempersiapkan siswa untuk menjadi tenaga administratis, sedang yang
kedua menjadi penerjemah. Seperti sekolah pengetahuan Umum yang bertujuan
mempersiapkan siswa untuk menjadi tenaga administratif, dan Sekolah sastra yang bertujuan untuk menjadi penerjemah, akademi militer.
Sekolah teknik, sekolah kedokteran, dan sekolah pembedahan. Di sekolah-sekolah
yang didirikan tersebut, siswa diperkenalkan dengan ide-ide modern barat dan
filsafat tentang kebebasan berkehendak melalui buku-buku berbahasa turki di
perpustakaan. Mahmud juga mendirikan surat kabar pemerintahan Takvim I vekayi
dan menyebarkan pikiran-pikiran modern barat kepada generasi muda turki.[30]
Pembaruan yang dilakukan
mahmud dalam bidang pendidikan menghasilkan generasi terdidik yang terbiasa
dengan kebiasaan barat dan tampil sebagai elit pembaruan yang gigih
menganjurkan pembaruan. Disisi lain juga menjadikan mereka tergantung
pada barat baik dalam hutang maupun teknologi. Hal ini dianggap belum mampu
untuk membangkitkan turki.
3.
Tanzimat (reorganisasi)
Periode setelah mahmud disebut dengan tanzimat.
Dalam pengertian umum, tanzimat berarti usaha-usaha untuk memperbaiki struktur
pemerintahan yang efektif.[31] Tanzimat
atau dalam bahasa turki dikenal dengan tanzimat-I khairiye adalah gerakan
pembaharuan di turki yang diperkenalkan kedalam system birokrasi dan
pemerintahan turki usmani semenjak pemerintahan sultan ‘abd al-majid
(1839-1861),[32]
kata tersebut mengandung arti mengatur, menyusun dan memperbaiki. Pada priode
ini banyak diterbitkan beberapa peraturan yang bertujuan untuk memperlancar
proses pembaharuan.
Pembaharuan tersebut dimulai dengan
diumumkannya deklarasi gulkhane, khatt-I syerif gulkhane pada tanggal 3
nopember 1839.[33]
Kata tanzimat sendiri secara resmi telah tercantum dalam dokumen kerajaan pada
pemerintahan sultan Mahmud II. Tanzimat merupakan usaha pembaruan dari perdana
menteri Ali pasha. Abdul majid diangkat menjadi pengganti mahmud. Dia
mengumumkan piagam khatt-I syerif gulkhane (charter of liberties), yakni
pembaruan diberbagai bidang.
Dalam pemerintahanya lembaga-lembaga Islam mulai
tersingkirkan karena sepenuhnya dibawah pemerintahan birokrasi yang dipegang
oleh orang-orang yang kurang berbakat. Dan kekuasaan ulama dalam bidang
pendidikan dipegang oleh kementerian pendidikan yang didirikan tahun 1847.
Pendidikan didasarkan pada model pendidikan barat. Dalam bidang hukum,
dibuatlah hukum yang memadukan hukum Islam dengan
hukum baru.
khatt-I syerif gulkhane menurut ulama
mereduksi peran mereka. Karena pembaruan yang
dilakukan tidak lain merupakan westernisasi yang bisa membuka peluang
negara-negara barat ikut campur dalam urusan
kenegaraan. Sedangkan menurut barat suatu yang ragu-ragu, karena peran yang
diberikan kepada orang kristen dan eropa kurang memihak mereka. khatt-I syerif
gulkhane yang kurang familiar, ditambah dengan kekuasaan sultan yang absolut
dan korup dalam melaksanakan pembaruan tidak merubah keadaan.[34]
Akhirnya muncullah reaksi dari para ulama dan
juga mereka yang berpendidikan barat yang tergabung dalam ustmani baru. Mereka
menyerukan liberalisasi pembaruan yaitu tidak menolak westernisasi dan kembali
kesemangat islam. Tujuan dari usmani muda untuk mendirikan pemerintahan
konstitusional dan memperbaiki hukum Islam. Namik,
pimpinan usmani muda, berpendapat bahwa tanzimat gagal karena pembaruan selama
ini hanya membatasi untuk kepentingan sultan daripada kepentingan rakyat.
Sultan yang absolut, bermewah-mewahan, dan korupsi. Padahal mereka seharusnya
mematuhi syariah karena itu merupakan konstitusi yang harus ditaati.
4.
Turki muda
Pembaruan yang dianggap
bisa dilaksanakan adalah revolusi. Gerakan ini dimulai oleh mereka yang telah
belajar di eropa dan memiliki keinginan untuk menjadikan turki sebagai negara
yang konstitusional-liberal. Mereka menganggap bahwa dengan kekuatan senjatalah
yang bisa memaklsa sultan untuk menyetujui pemerintahan konstitusional.
Akhirnya pada 24 juli 1908 dikenal sebagai revolusi turki muda karena saat itu
komite ittihad ve terekki mengancam akan menggulingkan sultan, dan akhirnya
sultan abdul hamid menyatakan konstitusi 1876 diberlakukan kembali dan kemudian
disepakati dan dilaksanakan oleh komite ittihad ve terekki. [35]
Setelah kemenangan besar
ittihad ve terekki, turki terseret keberbagai peperangan yang akhirnya
menyebabkan turki kehilangan banyak wilayahnya dan gagal melaksanakan pembaruan
yang dijanjikan. Tidak ada pembaruan konstitusional kecuali beberapa perubahan
di bidang administrasi, ekonomi, pendidikan, dan hukum. Administrasi yang
mengalami perubahan diantarnya pengadaan sistem transportasi umum, brigade
kebakaran, memberi kesempatan luas kepada pribumi dalam perdagangan,
mengembangkan pendidikan sekuler.[36]
Kelompok turki muda adalah kelompok pembaharu
pertama yang merencanakan industrialisasi untuk pertama kalinya dengan
disahkannya undang-undang tentang industry, low for encouragement of industry,
pada tahun 1909 yang kemudian diperbaharui pada tahun 1915. Selain itu, bidang
pendidikan juga mendapat perhatian mereka, terutama pendidikan tingkat dasar
yang sebelumnya diabaikan. Kaum wanita memperoleh perhatian yang besar. Di
bidang pendidikan, kesempatan bagi kaum wanita untuk memperoleh pendidikan juga
dibuka lebar-lebar. Pada tahun 1917 undang-undang keluarga family law, disahkan
oleh pemerintah dan dengan sendirinya merupakan selangkah lebih maju bagi kaum
wanita untuk memperoleh haknya.[37]
Kelompok turki muda barangkali dapat dikatakan
gagal memberikan sebuah pemerintahan konstitusional, akan tetapi mereka telah
berhasil melemahkan kekuatan pemerintahan pusat di istambul.[38]
G.
Dampak Westernisasi
Namun hal ini tidak
berjalan seperti membalikan ke dua tangan. Westernisasi besar-besaran malah mendesak keberadaan umat
Islam di sana. Karena westernisasi dilakukan tanpa menghiraukan prinsip syariah
Islam sama sekali, sehingga menyebabkan munculnya perlawanan dari umat Islam di
Turki. Apalagi dengan adanya kebijakan bahwa Direktorat Agama dibawah kekuasaan
Perdana Menteri, menjadikan posisi umat Islam di sana semakin terdesak karena
kebijakan-kebijakan yang sewenang-wenang. Bahkan menimbulkan peperangan antara
umat Islam dengan pemerintah.
Tidak hanya berdampak pada
keberadaan umat Islam, werternisasi telah mempengaruhi kehidupan di turki.
Westernisasi yang dianggap hanya masuk dalam lingkup pengetahuan saja, ternyata
telah menyebar kedalam berbagai bidang. Baik itu dalam bidang sosial, ekonomi,
hukum, budaya, serta politik. Bahkan terjadi campur tangan Barat dalam pemerintahan
Turki.
Westernisasi menyebabkan
turki sangat bergantung pada Eropa dalam hutang luar negeri dan alih teknologi.
Selain itu juga menggeser tradisi dan budaya yang ada di turki, misalnya pada
masa sultan mahmud menganjurkan pejabat mengganti pakaian tradisional dengan
stelan ala barat.
H. Pembaharuan Turki Utsmani
Yang dianggap sebagai momentum pertama kontak antara
Turki dengan dunia Barat yang disebut dengan era baru adalah jatuhnya
konstantinopel, ibukota Bizantium, ke tangan pasukan Turki Usmani dibawah
pimpinan Sultan Muhammad II Al Fatih pada tahun 1453.[39] Konstantinopel
yang selanjutnya diganti menjadi Istanbul, adalah suatu kota metropolis yang
berada di benua Asia dan Eropa. Inilah titik awal masa keemasan Turki Usmani,
yang terus cemerlang hingga abad ke-18 dengan wilayah kekuasaan yang sangat
luas membentang
dari Hongaria Utara di Barat hingga Iran di Timur dari Ukrania di Utara hingga
Lautan India di Selatan.[40]
Turki
Usmani berhasil membentuk suatu Imperium besar dengan masyarakat yang
multi-etnis dan multi-religi yang berasilimilasi secara lentur. Kebebasan dan
otonomi kultural yang diberikan Imperium kepada rakyatnya yang non-muslim,
adalah suatu bukti bagi dunia kontemporer bahwa sistem kekhalifahan dengan
konsep Islam telah mempertunjukkan sikap toleransi dan keadilan yang luhur.
Sultan
adalah sekaligus khalifah, artinya sebagai pemimpin negara, Ia juga memegang
jabatan sebagai pemimpin agama. Kekhalifahan Turki Usmani didukung oleh
kekuatan ulama (Syeikhul Islam) sebagai pemegang
hukum syariah (Mufti) dan Sad’rul
A’dham (perdana Mentri) yang mewakili Kepala Negara dalam
melaksanakan wewenang Dunianya.[41]
Disamping juga didukung kekuatan tentara.
Kondisi
porak porandanya Imperium Turki Utsmani abibat peprangan yang terus menerus,
serta ekonomi negara yang devisit inilah menumbuhkan semangat nasionalisme pada
generasi muda Turki ketika itu. Pemikiran tentang identitasa bangsa dan
pentingnya suatu negara nasionalis yang meliputi bangsa Turki menjadi wacana
yang banyak diperdebatkan.
Setelah
Perang Dunia I pada tahun 1918, dengan kekalahan pihak Sentral yang didukung
oleh Turki, Imperium Turki Usmani mengalami masa kemuduran yang sangat
menyedihkan. Satu persatu wilayah kekuasaan yang jauh dari pusat membebaskan
diri dari kekuasaan Turki Usmani. Bahkan lebih buruk lagi negara-negara sekutu
berupaya membagi-bagi wilayah kekuasaan Turki untuk dijadikan negara koloni
mereka.
Pada tahun 1919-1923 terjadi revolusi Turki setelah Turki
Muda di bawah pimpinan Mustafa Kemal. Kecemerlangan karier politik Mustafa Kemal
dalam peperangan, yang dikenal sebagai perang kemerdekaan Turki,
mengantarkannya menjadi pemimpin dan juru bicara gerakan nasionalisme Turki.
Gerakan nasionalisme ini, yang pada waktu itu merupakan leburan dari berbagai
kelompok gerakan kemerdekaan di Turki, semula bertujuan untuk mempertahankan
kemerdekaan Turki dari rebutan negara-negara sekutu. Namun pada perkembangan
selanjutnya gerakan ini diarahkan untuk menentang Sultan.
Mustafa
Kemal (1881-1938) mendirikan Negara Republik Turki di atas puing-puing
reruntuhan kekhalifahan Turki Usmani dengan prinsip pembaharuannya
Westwenalisne, Sekularisme, dan Nasionalisme.[42]
Meskipun demikian, Mustafa Kemal bukanlah yang pertama kali memperkenalkan
ide-ide tersebut di Turki. Gagasan sekularisme Mustafa Kemal banyak mendapat
inspirasi dari pemikiran Ziya Gokalp (1875-1924), seorang sosiolog Turki yang
diakui sebagai Bapak Nasionalisme Turki. Pemikiran Ziya Gokalp adalah sintesa
antara tiga unsur yang membentuk karakter bangsa Turki, yaitu ke-Turki-an,
Islam serta Modernisme.
Akhirnya
Dewan Nasional Agung pada tanggal 29 Oktober 1923 memproklamasikan terbentuknya
negara Republik Turki dan mengangkat Mustafa Kemal sebagai Presiden Republik
Turki. Pada tanggal 3 Maret 1924 Dewan Agung Nasional pimpinan Mustafa Kemal
menghapuskan jabatan khalifah. Khalifah Abdul Majid sebgaai khalifah terahir
diperintahkan meninggalkan Turki.[43]
Pada tahun 1928 negara tidak ada lagi hubungannya dengan agama. Sembilan tahun
kemudian, yaitu setelah prinsip sekulerisme dimasukkan ke dalam konstitusi di
tahun 1937, Republik Turki dengan resmmi menjadi Negara sekuler.
Perlu dipahami bahwa, sekulerisasi yang
dijalankan oleh Mustafa Kemal tidak sampai menghilangkan agama. Sekulerisasinya
berpusat pada kekuasaan golongan ulama dalam soal negara dan dalam soal
politik. Yang terutama ditentangnya
ialah ide negara Islam dan pembentukan negara Islam. Negara mesti dipisahkan
dari agama. Institusi-institusi negara, sosial, ekonomi, hukum, politik, dan
pendidikan harus bebas dari kekauasaan syari’at. Namun, negara tetap menjamin
kebebasan beragama bagi Rakyat.[44]
I.
Reformasi Peradaban dan Budaya Pasca-Penghapusan
Kekhalifahan
Kemajuan Barat dan
kolonialisme telah menyudutkan sejarah dan identitas Islam pada titik
kemunduran. Sepanjang Abad ke-19,
Barat telah mendesak Islam dari berbagai sudut, baik militer, ekonomi maupun
politik.[45]
Dengan setting sosio-politik dan historis yang terjadi mendorong para pembaharu
melakukan beberapa perubahan dan pembaharuan dalam beberapa sektor, diantaranya
sektor agama, bahasa, pemerintahan serta hukum.
1. Reformasi sektor Agama
Peradaban menurut Mustafa Kemal, berarti peradaban Barat. Tema
utama dari pandangannya tentang pem-Barat-an adalah bahwa Turki harus menjadi
bangsa Barat secara utuh. kkonsep utamanua adalah Westernisasi, sekulerisasi,
dan nasionalisme.[46]
Untuk itu dalam aspek agama, Pemerintah Kemalis mengeluarkan kebijakan larangan
menggunakan pakaian-pakaian yang dianggap pakaian agama di tempat-tempat umum
dan menganjurkan masyarakat Turki menggunakan pakaian sebagaimana orang-orang
Barat berpakaian (berjas dan bertopi). Peraturan ini mulai efektif pada
November 1925 dan hingga saat ini masyarakat Turki menggunakan pakaian ala
Barat.[47] Sampai saat ini pemakaian jas sudah menjadi ciri umum
dari masyarakat Turki.
2.
Reformasi sektor Linguistik
Selain reformasi agama, reformasi yang paling
penting dari rezim Kemalis adalah reformasi bahasa. Tulisan Arab diganti dengan
tulisan Latin, berdasarkan undang-undang yang diputuskan oleh Dewan Nasional
Agung pada 3 Novemeber 1928. Tujuan reformasi bahasa adalah membebaskan bahasa
Turki dari ‘belenggu’ bahasa asing. Penekanannya adalah pemurnian bahasa Turki
dari bahasa Arab dan Persi. Mustafa Kemal mengadakan kunjungan di banyak tempat
untuk mengajar secara langsung tulisan baru pada rakyat Turki.[48]
Reformasi bahasa ini memberi sumbangan yang
berharga bagi perkembangan linguistik bahasa Turki saat ini. Penelitian yang
mendalam terhadap akar bahasa dan struktur bahasa Turki membuktikan bahwa
bahasa Turki termasuk kelompok bahasa Altay, yaitu bahasa-bahasa yang
dipergunakan bangsa-bangsa yang mendiami wilayah yang membentang dari Finlandia
hingga Manchuria. Dari segi gramatikal, bahasa Turki termasuk bahasa
aglutinatif, yaitu bahasa berimbuhan. Struktur sintaksis memperlihatkan pola
Objek-Predikat, dimana Predikat selalu berada di akhir kalimat. Ciri-ciri
struktural bahasa Turki memperlihatkan perbedaannya yang jelas dengan bahasa
Arab.
3.
Reformasi Sektor Hukum
Komite
ahli hukum mengambil Undang-Undang sipil Swiss untuk memenuhi keperluan hukum
di Turki menggantikan Undang-Undang Syariah, berdasarkan keputusan Dewan
Nasional Agung tanggal 17 Februari 1926. Undang-Undang Sipil yang mulai
diberlakukan pada tanggal 4 Oktober 1926 ini antara lain tentang: menerapkan
monogami; melarang poligami dan memberikan persamaan hak antara pria dan wanita
dalam memutuskan perkawinan dan perceraian. Sebagai konsekuensi dari persaman
hak dan kewajiban ini hukum waris berdasarkan Islam dihapuskan. Selain itu
undang-undang sipil juga memberi kebebasan bagi perkawinan antar agama.
Pada I Januari 1935, pemerintah mengharuskan
pemakaian nama keluarga bagi setiap orang Turki dan melarang pemakaian
gelar-gelar yang biasa dipakai pada masa Turki Usmani. Mustafa Kemal
menambahkan nama Ataturk, yang berarti Bapak Bangsa Turki, sebagai nama
keluarga. Pada tahun 1935 sistem kalender hijriyah diganti dengan sistem
kalender masehi; hari Minggu dijadikan sebagai hari libur menggantikan hari
libur sebelumnya yaitu hari Jumat.[49]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Nama kerajaan Utsmani diambil dari nama Sultan pertama bernama
Usman. Perluasan wilayah kerajaan Turki terjadi dengan cepat, disamping itu
raja-raja yang berkuasa sangat mempunyai potensi yang kuat dan baik. Banyak
daerah-daerah yang dapat dikuasai (di Asia Kecil) Salah satu sumbangan terbesar
kerajaan Turki Utsmani dalam penyebaran Islam adalah penaklukkan kota benteng
Constantinopel (Bizantium) ibukota Romawi Timur (1453 M), selain itu kerajaan
Turki Utsmani mengalami kemajuan yang sangat pesat. meliputi bidang
kemiliteran, pemerintahan, kebudayaan dan agama.
2. Pelaksanaan
westernisasi terbagi ke dalam beberapa
periode yaitu:
a. Pembaharuan awal
b. Orde baru
c. Tanzimat
d. Turki Muda.
3. Westernisasi menyebabkan
turki sangat bergantung pada Eropa dalam hutang luar negeri dan alih teknologi.
Selain itu juga menggeser tradisi dan budaya yang ada di turki, misalnya pada
masa sultan mahmud menganjurkan pejabat mengganti pakaian tradisional dengan
stelan ala barat.
B.
Saran
Dari pembahasan
dinasti usmaniyah ini, perlu kiranya bagi peneliti selanjutnya agar meneliti
lebih lanjut mengenai hal ini, guna menambah wawasan bagi masyarakat dan
pelajar khususnya, serta informasi bagi peneliti sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ali, Mukti Islam Dan Sekulerisme Di Turki, Jakarta:
Djambatan, 1994.
Boshworth, C.E.
Dinasti-Dinasti Islam, Terj. Ilyas Hasan, Bandung: Mizan,1993.
Espito, John L. Dinamika Kebangkitan Islam: Watak, Proses Dan
Tantangan, Terj. Bakri Siregar, Jakarta: Rajawali Press, 1987.
Maryam, Siti
(eds). Sejarah Peradaban Islam:Dari Masa Klasik Hingga Modern,
Yogyakarta: Lesfi, 2002.
Mughni, Syafiq
A. Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki, Jakarta:Logos,1997.
Nasution, Harun Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Nasution, Harun Islam
Ditinjau dari Berbagai Aspeknya I Jakarta: UI Press, 1979.
Sani, Abdul Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern
Dalam Islam., Jakarta: Raja grafindo Persada, 1998.
Sj, Fadil. Pasang
Surut Peradaban Islam, Malang: Uin Malang Prees, 2008.
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2005.
Tohir, Ajid Perkembangan
Peradaban Di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-Akar Sejarah, Budaya, Social,
Politik Dan Budaya Umat Islam, Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2004.
Yatim, Badri Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
Website:
Http://Alfiyatuss.Blogspot.Co.Id/2011/12/Westernisasi-Dunia-Islam-Kasus-Turki.Html.
Diakses Pada Tanggal 2 Desember 2015, Pukul 11:11 WIB.
Https://Salwintt.Wordpress.Com/Artikel/Kisah-Islami/Pemikiran-Pembaharuan-Masa-Kerajaan-Turki-Usmani/
Diakses Pada Tgl 1 Desember 2015, Pukul 10.05 WIB
[1] Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam., (Jakarta: Raja grafindo Persada, 1998), hlm. 110
[2] C.E.
Boshworth, Dinasti-Dinasti Islam, Terj. Ilyas Hasan, (Bandung:
Mizan,1993), hlm. 128
[3] Syafiq A.
Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki, (Jakarta:Logos,1997), hlm. 51
[4] Siti Maryam,
Dkk. Sejarah Peradaban Islam:Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta:
Lesfi, 2002), hlm. 128.
[5] Syafiq A.
Mughni, Sejarah , hlm. 52
[6] Syafiq A.
Mughni, Sejarah , hlm. 52
[7] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 130
[9] Syafiq A.
Mughni, Sejarah. hlm. 54
[10] Syafiq A.
Mughni, Sejarah. hlm. 58
[12] Syafiq A.
Mughni, Sejarah, hlm. 62
[14]Ajid Tohir, Perkembangan
Peradaban Di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-Akar Sejarah, Budaya, Social,
Politik Dan Budaya Umat Islam, (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2004),
hlm. 181.
[15]Syafiq A.
Mughni, Sejarah, hlm. 60
[16] Musyrifah, Sunanto. Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2005), hlm. 304.
[19] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan. (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm.134
[23]
Http://Alfiyatuss.Blogspot.Co.Id/2011/12/Westernisasi-Dunia-Islam-Kasus-Turki.Html.
Diakses Pada 5 Desember 2015.
[24]
Http://Alfiyatuss.Blogspot.Co.Id/2011/12/Westernisasi-Dunia-Islam-Kasus-Turki.Html.
Diakses Pada 5 Desember 2015
[25] Syafiq A.
Mughni, Sejarah , hlm. 121
[27]
Http://Alfiyatuss.Blogspot.Co.Id/2011/12/Westernisasi-Dunia-Islam-Kasus-Turki.Html.
Diakses Pada 5 Desember 2015,
[29] Fadil Sj, Pasang
Surut Peradaban Islam, (Malang: Uin Maang Prees, 2008), hlm.258
[30]
Http://Alfiyatuss.Blogspot.Co.Id/2011/12/Westernisasi-Dunia-Islam-Kasus-Turki.Html.
Diakses Pada 5 Desember 2015,
[31]
Https://Salwintt.Wordpress.Com/Artikel/Kisah-Islami/Pemikiran-Pembaharuan-Masa-Kerajaan-Turki-Usmani/
Diakses Pada Tgl 1 Desember 2015
[32] Syafiq A.
Mughni, Sejarah , hlm. 125
[34]
Http://Alfiyatuss.Blogspot.Co.Id/2011/12/Westernisasi-Dunia-Islam-Kasus-Turki.Html.
Diakses Pada 5 Desember 2015, Pukul 12.23 Wib.
[36] Http://Alfiyatuss.Blogspot.Co.Id/2011/12/Westernisasi-Dunia-Islam-Kasus-Turki.Html.
Diakses Pada 5 Desember 2015.
[37] Syafiq A.
Mughni, Sejarah , hlm. 140
[39] Syafiq A.
Mughni, Sejarah , hlm. 69
[42] Harun Nasution,
Pembaharuan, hlm 147
[45] John L. Espito, Dinamika Kebangkitan Islam: Watak, Proses Dan Tantangan,
Terj. Bakri Siregar, (Jakarta: Rajawali Press, 1987), hlm. 4
[47] Harun Nasution,
Pembaharuan, hlm 152
[49] Harun Nasution,
Pembaharuan, hlm 152
Tidak ada komentar:
Posting Komentar