Jika
kita hendak bertamu ke rumah seseorang yang spesial di hati kita, pastilah
penampilan kita juga spesial, kita tidak ingin terlihat berantakan, hanya ingin
terlihat sempurna dihadapan orang yang kita sayang, begitupun dengan bertamu ke
rumah Allah (sholat), menghadap Allah sang maha cinta. Anggaplah itu persiapan
menuju waktu sholat. Membersihkan diri, dandan rapih, pakai minyak wangi atau
apalah itu, ibarat mau main ke rumah doi, pasti kita berusaha tampil secantik mungkin, tampil seganteng mungkin di depannya, bukan
begitu?
Setelah
sudah siap dengan pakaian rapih, bersih, wangi, pokoknya sudah keren lah, kitapun bergegas menuju rumahnya dengan senang hati, tulus, serta ikhlas.
Setelah tiba di depan rumahnya, kitapun merapihkan kembali dandanannya agar
tidak terlihat acak-acakan, kemudian mengetuk pintu dengan penuh kepercayaan serta
keyakinan untuk menghadap sang kekasih tersayang, dan tuan rumahpun membukakan
pintunya. Anggaplah mengetuk pintu itu kita membaca niat sholat dalam keadaan sudah
siap mau menghadap tuhan, kemudian tuan rumah pun membukakan pintu tersebut sambil
menyuruh kita masuk. Lantas apa yang kita lakukan? kata-kata mesrah, merayu dengan penuh cinta bukan asal gombalan saja. sama halnya dengan sholat, setelah niat, memuji, mengagung-agungkan Allah dengan penuh kasih sayang, “Duh gusti....
puji mung kanggo panjenengan, bla bla bla....”, bacaan Iftitah serta al-Fatihah
dan seterusnya, yang semuanya itu berisikan pujian terhadap keagungan Tuhan.
Sembari merungkuk terisak menyadari segala kesalahan-kesalahan yang telah
diperbuat.
Secara
logika, kalau kita lagi enak-enak bersantai di rumah, kemudian ada tamu yang sopan dan memuji kita sambil nangis-nangis, pasti kita heran bukan? “Ini
orang kenapa? Kok mertamu tiba-tiba langsung histeris begitu?,” tanya kita
dalam hati. Pasti kita bertanya tanya, dan rasa belas kasihan itu ada, ini
sebuah perumpamaan saja. Namun kita terus saja memujinya, hingga Allah pun
bertanya-tanya sambil menjawab “iya”, dan kita tidak puas dengan segala puji-pujian kita, karena
dosa yang terlalu banyak, hingga kita lebih terisak lagi dengan terus memujinya dalam Ruku’
kita, dan lagi-lagi Allah pun menjawab
“iya”.
Namun
kita terus dan terus memujinya lebih dalam lagi, sambil terus menyesali perbuatan
yang telah kita lakukan di luar sholat, merenungi semuanya, hingga kita
merungkuk dalam Sujud kita, sambil memuji-muji keagungan Allah yang sedang duduk
tepat di depan sujud kita, agar Allah mau mengampuni segala kehilafan yang
telah kita perbuat. Dan Allah pun berkata “iya” sembari membelai kepala kita
dengan belaian penuh kasih sayang dan cinta, sambil berkata “Sudah, sudah,
bangunlah, kamu kenapa?” begitulah kata Allah, dengan sifat Rahman Rahim-Nya.
Kemudian kita pun bangun dari sujud kita, dan Duduk Diantara Dua Sujud. Apa yang kita jawab, setelah Allah
bertanya kenapa?? “ROBBIGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WARFA’NII WARZUQNII
WAHDINII WA’AAFINII WA’FU ‘ANNII.” Ya tuhanku ! Ampunilah
aku, kasihanilah aku, cukupkanlah (kekurangan) ku, angkatlah (derajat) ku,
berilah aku rezki, berilah aku petunjuk, berilah aku kesehatan dan maafkanlah
(kesalahan) ku. “Duhh
gusti pangapuro ingsun gusti,,,.” Sambil merinti menangis terisak-isak dengan
bercucuran air mata penyesalan mencurahkan semua isi hati. da.n dan Allahpun menjawab, "oh... ternyata kamu cuma mau meminta ampunanku?, iya saya ampuni." tentu dengan sifat_Nya yang pemura.
Coba bayangkan, betapa indahnya, betapa nikmatnya
ketika kita bisa merasakan bahwa Allah hadir bersama kita di setiap waktu
sholat. Betapa khusu nya seseorang, jika mengetahui esensi dari sholat itu
sendiri. Setelah mencurahkan semua isi hati, maka kita puji-puji lagi keagungan
Allah dengan Tasyahud awal, dilanjutkan dengan Tasyahud akhir, kemudian kita uluk Salam, serta berpamitan.
Begitulah seharusnya kita sholat,tulus dari hati
yang terdalam. Begitulah sejatinya kita bertamu di rumah Allah dengan penuh
cinta. Begitulah sejatinya kekhusyuan yang harus kita benahi dalam setiap
sholat yang kita tunaikan, bukan asal “jengkelat-jengkelit saja” persis kaya
burung yang lagi berebut makanan, habis berdiri langsung ruku’, bangun lagi
kemudian sujud, duduk secepat kilat, kaya orang mau buang air tapi gak nemuin
toiletnya. Bener kan?? hehehehe tak jauh bedalah dengan saya.
Untuk itu, mari kita perbaiki sholat kita, bukan
lagi pada tatanan fi’lu tapi aqiimu. Karena Allah tidak pernah menyuruh hambanya untuk mengerjakan sholat
melainkan untuk mendirikan sholat. Memang benar dalam al-Qur’an, Allah tidak
menyuruh hambanya untuk “mengerjakan sholat” melainkan “mendirikan sholat” aqiimus sholah. Yang esensinya adalah meresapi, menghayati agar kita khusyu’
menghadap Illahi. Sedangkan fi’lu hanya sekedar
mengerjakan saja.Untuk itu sering kita
dengar cerita, bahwa para shahabat ketika sholat bercucuran air mata, bahkan
sampai bergetar seluru badannya, dan pucat wajahnya. Karena beliau sudah
menjalankan sholat dalam tataran aqiimu, bukan lagi fi’lu. #OneDayOnePost
makasih ilmunya nok, kereen
BalasHapussami-sami mba,,,, hemm padahal mah mba nung lebih keren,,, wong jeh merendah bae kah nyengit kita sh :D hehehhe
Hapusmakasih ilmunya nok, kereen
BalasHapustulisan yang penuh makna buat renungan
BalasHapusmakash udah mampir bang :)
Hapusalhamdulilillah,,, semoga kita bisa melaksanan ya bang,,,
Mengerjakan shalat itu bukan perkara mudah. Apalagi mendirikannya. Subhanallahu, makasih udah diingatkan melalui tulsian ini.
BalasHapusmakash udah mampir bang,,, :)
Hapussama-sama bang,,, saling mengingatkan saja