Selasa, 11 Oktober 2016

Indonesia Belajar Tafsir



Disadari atau tidak, dengan isu-isu yang sedang berkembang sekarang ini, tentang pidato salah satu calon gubernur DKI Jakarta, yaitu Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) di kepulauan seribu, yang sontak membuat geger seluruh etnis, terutama islam, karena mayoritas warga Indonesia merupakan penduduk muslim.  Dengan bumingnya isu tersebut, hampir seluruh masyarakat Indonesia mempelajari tafsir al-Qur’an surat al-Maidah ayat 51, itu baru satu ayat saja. Secara tidak langsung, calon gubernur ini memerintahkan  kita untuk belajar ilmu tafsir, bener gak?. Saya juga tidak tau, apakah kita orang muslim harus berterima kasih atau kah harus membeci. Yang jelas jika ketemu beliau saya ingin sampaikan “pak bro, ayat al-Qur’an itu ada 6000 sekian, sebutin ajalah satu-satu tiap hari, biar warga terus belajar tafsir tiap hari, dan bisa jadi ahli tafsir semuanya, biar masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang Qur’ani.”
Gara-gara Ahok, hampir seluruh masyarakat Indonesia, baik yang muslim maupun non muslim, semuanya membedah Q.S. al-Maidah:51, bahkan ada yang menerjemahkan dari berbagai bahasa juga. Coba bayangkan, sinyalnya kuat banget, sinyal wifi kos saja sampe kalah cepet dengan beritanya Ahok, satu orang saja sudah menggegerkan satu negara, busyet dah...
Tidak hanya itu, isu-isu seperti ini juga menjadi bahan diskusi yang hangat di kalangan para mahasiswa di kelas, tidak hanya jurusan tafsir  saja, melainkan fakultas syariah dan hukum, fakultas humaniora, ushuluddin dan lain sebagainya, hampir semua jurusan membahas tentang tafsir Q.S. al-Maidah:51, keren bukan?
Berkaitan dengan demokrasi dan kepemimpinan, menurut saya, sah-sah saja jika pemimpin adalah orang non muslim, selagi dia masih satu tujuan, yaitu membangkitkan negeri ini dari keterpurukan. Coba deh bayangkan, jika sanak saudara kita sedang sakit parah, kemudian kita disuruh memilih dokter. Dokter mana yang mau kita pilih, dokter yang sudah berpengalaman tapi non muslim, atau dokter yang minim pengalaman tapi muslim? pastilah kita memilih yang lebih berpengalaman bukan?, sesungguhnya yang dimaksudkan Q.S. al-Maidah:51 seperti itu. Dan perlu di ketahui bahwa ayat tersebut tidak turun dengan sendirinya, melainkan berkaitan dengan ayat-ayat sebelumnya. Jadi kita jangan menyimpulkan hanya dengan satu ayat saja, seperti yang dilakukan oleh Ahok. al-Qur’an tidak bisa dimaknai demikian, karena al-Qur’an itu turun berangsur-angsur dan sangat berkaitan erat dengan ayat sebelumnya.
Jadi menurut saya, pahami dulu asbabunnuzul ayat tersebut, pahami dulu asbabulwurudnya ayat tersebut seperti apa. Kalau hanya mengambil satu ayat saja ya jadinya salah kaprah, seperti yang Ahok katakan, “dibodoh-bodohi dengan al-Qur’an”. Justru yang dibodoh-bodohi itu mereka yang tidak faham dengan kandungan ayat al-Qur’an. Salah besar jika mengambil benang merah hanya dengan satu ayat saja, karena ayat tersebut tidak independen pak bro, melainkan masih berkaitan dengan ayat-ayat sebelumnya.
Q.S. al-Maidah:51, itu tentang kaum yahudi dan nasrani yang tidak mau mengikuti al-Qur’an, sedangkan al-Qur’an merupakan perbaikan dari kitab-kitab terdahulu akibat ulah kaum-kaum sebelumnya, sehingga mereka tidak bisa dijadikan pemimpin, karena pedoman mereka sudah salah, untuk itu mereka tidak layak untuk dijadikan panutan. Dan ketika kita terapkan dalam konteks indonesia, hemat saya, siapapun dan dari golongan manapun sah untuk menjadi pemimpin jika “tujuan atau visi misinya sama”, percuma dari kaum muslim tapi tujuan mereka lawan arah, begitu kasarannya.
Jadi menurut saya, sudahlah jangan mempolitisi agama, karena agama tidak untuk di politisi. Politik dan agama itu harus di bedakan, tidak bisa disatukan. Agama itu bersifat irasional sedangkan politik atau urusan negara itu rasional, jadi tidak bisa jika di satukan. Kalau sudah seperti ini ya bubar barisan, karena nantinya yang akan timbul adalah kefanatikan antar golongan dan berujung pada perpecahan. Menyatukan bangsa itu tidak semudah membereskan mainan anak kecil yang berantakan di lantai, bisa sekejap langsung beres. Tapi perlu perjuangan yang begitu besar yang tidak cukup dengan keringat, darah dan air mata saja, karena menyangkut permasalahan ummat. Biarlah agama dan negara berjalan di jalurnya masing-masing, jangan di campur-adukkan antara urusan agama dan negara, karena mereka mempunyai jalan tersendiri, meskipun pada hakikatnya agama yang menjadi pedoman. Karena semua agama itu benar, tidak ada satupun agama yang mengajarkan kebathilan, melainkan kebaikan.

Tantangan minggu ke 2 #OneDayOnePost

Tidak ada komentar:

Posting Komentar